Sabtu, 31 Maret 2018

Sabtu, 31 Maret 2018 (06.03 pm)


Untuk kesekian kalinya aku belajar. Jika terlalu banyak berpikir, maka hanya akan berujung pada penyesalan.

Terkadang, aku tidak ingin menjadi dewasa. Memikirkan masalah-masalah yang sering kali menguras tenaga. Sebenarnya bukan ‘masalahnya’ yang menjadi masalah, namun cara berpikirnya yang menjadi masalah.

Adakala ketika aku kehilangan arah. Tak tau alasan kenapa aku harus hidup. Jika seperti itu, apapun yang kulakukan serasa kosong. Mungkin aku memang berada jauh dari-Nya, seperti para pendosa yang berlumuran hina. Ah, entahlah.

Hal yang sering kulakukan saat aku merasa hidupku tak berguna adalah dengan berjalan, seperti yang kulakukan sore tadi. Aku berjalan sendirian, dengan langkah lemah sambil berbicara sendiri. Terkadang bicara dalam hati, tak jarang pula berbicara dengan suara. Aku yakin banyak orang yang mengiraku gila, berdasarkan tatapan menelisik mereka. Hahaha. Aku hanya tertawa. Di saat seperti ini, terkadang aku berharap memiliki seseorang. Menceritakan keluh kesah tanpa khawatir mendapat penolakan. Ada orang tua memang, tapi jika orang tua mendengar anaknya yang berada di perantauan masalah bukankah malah menambah kekhawatiran?
Baiklah. Aku punya Allah. Namun terkadang kamu butuh timbal balik langsung untuk setiap keluhan. 

Menjadi dewasa, terlalu banyak pertimbangan yang membuatku sulit untuk melangkah.
Bagaimana jika….
Bagaimana kalau….
Apa mungkin….
Jika nanti….
Ah, kalimat-kalimat itu ingin sekali kuhapus dari kamus kehidupanku.
Mungkin kalian juga pernah merasa, seakan menginginkan sesuatu, tapi tak tau apa yang sebenarnya kalian inginkan. Membutuhkan sesuatu, tapi tak benar-benar tau apa yang kalian butuhkan. Mengharapkan sesuatu, tapi tak yakin apakah harapan-harapan itu sebuah kebenaran. Bingung. Yah, bingung.

Lagi-lagi aku berpikir, andai saja ada seseorang yang menjadi ‘kompasku’ ketika aku kehilangan arah seperti itu.
Aku tak tau apa yang seharusnya kulakukan, karena itu aku hanya diam.

0 komentar:

Sabtu, 17 Maret 2018

Harapanku tidak Ikhlas karena-Nya (?)


Terkadang, aku bingung tentang apa alasan sebenernya Tuhan meng-ada-kanku di bumi ini. Khawatir saja jika keberadaanku ternyata hanya untuk jangkep-jangkep­-an saja.
Al-Quran bilang, jika manusia dan jin diciptakan untuk beribadah. Namun menurutku saat ini esensi ibadah sudah semakin terkikis. Alasan ibadah hanyalah tameng untuk mengejar dunia. Yah, karena aku merasa seperti itu. Saat ingin melakukan sesuatu, selalu menimbang-nimbang..
“untuk siapa aku melakukan ini?”
“apakah aku melakukannya karena Allah?”
“apakah aku melakukannya untuk diakui oleh Allah?”
Aku benar-benar bingung. Antara logika dan spiritualku seringkali bertengkar. Ada saat dimana aku bisa mendamaikan mereka, bekerja saling membantu sehingga hidupku serasa ada artinya. Tapi ada juga saat dimana logika dan spiritualku berada pada posisi yang tidak seimbang. Saat logikaku lebih tinggi, ia akan membawaku pada kenyataan kalau tidak ada yang bisa kita dapatkan jika kita tidak berusaha. This my life, and I must go up if I want get something. Ini hidupku, aku yang bertanggung jawab dengan hidupku. Apapun yang terjadi nantinya adalah akibat dari apa yang telah kulakukan. Namun ketika spiritualku yang lebih tinggi, aku akan mulai terdiam membisu. Berpikir untuk lari saja dari kebisingan dunia dan bersembunyi ke Goa, agar hanya tersisa aku dan Tuhan.
Jujur, aku bukan perempuan sholehah yang bisa menerima semua ketentuan dengan ikhlas, melakukan ibadah tanpa mengharapkan apapun. Saat aku menghadap Tuhanku, aku ingin diakui kalau aku ini hamba-Nya. It’s mean, aku hamba-Nya yang berusaha melakukan apa yang diperintahkan, berusaha mematuhi Rasul-Nya. Aku masih belum bisa beribadah ikhlas karena-Nya. Harapan agar kehidupanku setelah dunia ini baik masih menjadi motivasiku melakukan rutinitas spiritual.
Aku juga bukan orang baik. Aku masih memegang kata-kata,
“jika ingin dibaiki orang lain, kamu juga harus baik pada orang lain.”
Aku selalu yakin, jika hari ini aku berbuat baik akan ada balasan untukku nantinya. Entah itu balasan dari Tuhan yang diberikan saat aku masih bernafas, ataukah balasannya nanti ketika aku berdiri di padang mahsyar tanpa mengenal siapapun. Mungkin saat itulah kata ‘move on’ akan ada. Ah, abaikan kalimat terakhirku.
Aku ingin menjadi seseorang yang bisa memberikan manfaat untuk makhluk lain. Aku gak mau hidupku menjadi sampah bumi, karena itu aku ingin menghasilkan sesuatu atau melakukan sesuatu. Aku bukan pejabat yang setiap omongannya didengar rakyat, aku bukan milyader yang bisa menggerakkan dunia dengan uangnya (entah pergerakan yang baik atau buruk, menurutku uang saat ini sudah dijadikan Tuhan). Karena aku bukan siapa-siapa sebab itulah aku menulis, seperti perkataan dari Imam Ghozali. Tapi berbicara tentang keikhlasan, jari-jariku bakal berhenti lagi. Menimbang-nimbang, apakah benar keinginanku menulis hanya agar bermanfaat untuk orang lain? anggap saja itu memang prioritasku, namun bukankah ada alasan-alasan lain yang juga menjadi faktor pendukung? Seperti saat ini, aku menulis karena ingin memberikan penjelasan pada seseorang bukan ikhlas karena Allah. Lalu bagaimanakah seharusnya ikhlas itu?
“berserah diri pada Allah, menerima apapun ketentuannya.” Kata orang.
Tapi hidup tidak sepasrah itu bukan? Pernah gak sih kalian berpikir jika kita menyerahkan apapun, total kepada-Nya, seakan-akan gini,
“ya udahlah biarin aja. Tuhan yang ngatur kok. Aku mah tinggal hidup aja.”
Tanpa melakukan apapun, tanpa mengusahakan apapun. Menurutku, itu terlihat ‘bodoh’. Ini hanya pendapat sih. Kalian boleh berbeda.
Aku ingin menjadi seseorang, yang tadinya bukan siapa-siapa menjadi siapa-siapa. Menjadi ibu yang anak-anaknya bangga memiliki ibu sepertiku misalnya. Menjadi siapa-siapa bukan berarti menjadi sosok yang memiliki kedudukan dan jabatan tinggi. Ketika ada orang lain yang berkata kalau kita memberikan alasan pada mereka untuk menjadi lebih baik, bukankah sebuah kebanggan tersendiri? Itu harapanku. Bukan merubah seseorang menjadi baik, tapi bersama-sama untuk menjadi yang lebih baik.
Semakin aku berpikir tentang alasan, semakin lama pula aku akan berjalan. Aku masih rancu dengan esensi keberadaanku, tapi jika aku terus saja memikirkan alasan dan menunggu hingga kata ‘ikhlas karena Tuhan’, bukankah aku akan tetap stagnan di tempatku berdiri?
Mungkin aku akan tetap berjalan. Entah alasan-alasan apa yang kugunakan untuk berjalan, aku yakin malaikat Tuhan yang dipinjamkan padaku bisa mencatat lebih detail alasan baik dan burukku. Alasan apa yang lebih banyak, mana kutahu? Mungkin saat kita berkumpul di padang mahsyar nanti bisa saling mengintipkan diary masing-masing. Setidaknya tidak seperti manusia yang hanya mempercayai apa yang mereka lihat dan hanya meyakini apa yang mereka yakini. Aku tidak berbicara tentang orang lain. Aku juga membicarakan diriku sendiri. Jika ada dari kalian yang ternyata sependapat denganku, berarti kita sama. Jika ada yang lebih mengerti, mungkin kalian bisa memberiku penjelasan. (Aku menyindirmu).



SNJ, 170318

0 komentar:

Senin, 05 Maret 2018

About My Research (Nyasarnya Banyak)


Assalamualaikum temen-temen…
Ah, rasanya seperti bertahun-tahun gak nyapa blog ini. Hahaha
Sok sibuk siiih, tapi aslinya emang sibuk kok. Sibuk mikir. Bukan mikirin apa, tapi mikirin siapa? Lhah. Enggak-enggak, mikirin sempro kok. Hari Rabu. Doain ya… Hehehe
Ngomongin tentang sempro, aku jadi inget pertanyaanku sekitar tahun lalu kalau gak tahun lalunya lagi (maklum, pelupa berat. Hehe) aku pernah bertanya di facebook tentang penelitian apa yang kira-kira bisa kubantu untuk menyelesaikan masalah kalian. Ya kan ngapain research kan kalau bukan untuk solve the problem?
Lumayan banyak sih yang nanya. Tentang aloe vera, bahan pengawet, pestisida dkk. Awalnya, aku berencana untuk meneliti alternative herbal untuk kanker, dengan pengujian pada tikus. Mungkin kata Allah, “bukan itu Annaaaa, tapi yang ini aja lhoh!”, jadinya aku gak jadi neliti itu deh. Hahaha Cuma sampek baca-baca jurnal sama teori-teori gitu. Penasaran sekarang penelitianku apa?
Jadi, karena berbagai cerita A, B, C sampe Z, aku banting setir dari Biokimia ke Anorganik! Oh maigaaat, takdir apa ini!
Kembali ke tema penelitianku.
Jadi di tema penelitianku ini, aku bakal sintesis atau membuat material yang bisa degradasi limbah organik. Kalian tau kan, kalau sekarang banyak sekali pabrik yang tumbuh kembang di Indonesia? Nah, mau gak mau sungai kita juga tercema dan sudah pasti bakal mengaruhi kesehatan msyarakat. Iya gak? Jadi, aku mau mencoba nyelesein masalah itu dengan membuat material yang bisa degradasi organic pollutant menjadi karbondioksida dan air yang notabennya gak berbahaya buat kita.
Kok jadi kayak cerita latar belakang ya? Hahaha
Nah, buat buktiin material yang kubuat itu bener gak sih bisa degradasi limbah, ato jangan-jangan gak ada manfaatnya, jadi banyak karakterisasi yang dilakukan buat meyakinkan materialku. Ada sekitar 5 karakterisasi yang kulakukan buat buktiin kalau aku berhasil membuat material itu (TiO2 kalau kalian pengen tau material yang pengen kubuat), dan ada uji buat buktiin kalau materialku bisa degradasi polutan organik yang di sini aku gunain zat warna methylene blue. Bingungin ya? Ya itu deh pokoknya guys! Hehehe
Jangan ditanya deh habis berapa, soalnya bisa dibuat beli HP Samsung Galaxy A8 sama paketan internet 50 gb selama 5 bulan. Hahaha  
Doain ya. Semoga lancar, dan dananya lancar juga. Ada yang mau bantuin? Wkwkwk Waktu penelitiannya sih digadang-gadang sekitar 6-7 bulanan gitu. Gak tau kalau lebih, yaaah bisa saja aku jadi penjaga lab. Hahaha
 Kata dosbing, penelitian ini sih udah setara kek S2. Rasanya aku pengen teriak,
“TRUS KENAPA DIKASIIN SAYA PAAAAAK?!!”
Tapi apalah mahasiswa ya, cuma bisa mengangguk dan sami’na wa atho’na. Semoga aja hasilnya bagus dan bisa tembus jurnal internasional trus dilirik sama universitas luar negeri, dapet beasiswa deh. Amiiiiiiin. Harapan tinggi boleh dong?
Masalahnya ini orang rumah. Wong Institut Teknologi Bandung yang masih di Indonesia aja gak dibolehin, paling jauh Surabaya. Kata ibuk,
“bukannya gak ngebolehin, tapi kalau ada gandengannya gak papa mau kemana aja. Udah ada yang njaga meskipun jauh. Ke luar negeri juga.”
Yaelah buuuk, ini mah namanya penyindiran penuh niat terselubung namanya. Kasarannya, kalau mau S2, harus nikah dulu! Eottokae uri-omma….. (pose pusring).
Lha masalahnya, sama siapa? Kan sama aja gak bisa S2. Makanya pas ditanya tmen-temen habis lulus nikah ato S2, jawabanku ya itu, nikah. Biar bisa S2. Hehehe kalau dibolehin sama suami siiih. Kalau enggak, coba deh dirayu. Hahaha Yaaah, kenapa bahasannya jadi suami sih!
Just kidding kok temen-temen. Sebisa mungkin jangan nikah karena pressure deh. Paksaan maksudnya. Entah itu paksaan dari orang tua, paksaan dari temen-temen fake yang kerjannya nanya ‘kapan nyusul?’, paksaan keluarga, paksaan tetangga, ato paksaan umur dan paksaan-paksaan yang lainnya. Menikahlah karena memang kamu merasa kalau kamu memang harus menikah dan menginginkan pernikahan. Ada yang ingin nikah, tapi belum seharusnya nikah. Ada yang seharusnya nikah, tapi malah gak ingin nikah. Ada yang ingin nikah, harus nikah, eh malah gak dibolehin nikah. Gitu deh kalau urusan sama manusia emang ribet. Aku juga maksdunya. Hahaha
Lhah, kok jadi nikah sih? Ini awalnya bahas apa, jadinya apa.
Yah, itulah pokoknya. Doain ya, hari Rabu. Jam 12.30 WIB. Ruang sidang, fakultas SAINTEK UIN Malang. Kali aja kalian mau nyambut. Hahahah
Udah deh, udah.
Bye temen-temen…..
Semoga kalian tetep dalam pilihan yang terbaik ya….
Amiiin.
Wassalamualaikum….

0 komentar: