Minggu, 19 Mei 2019

Tentang Rokok


Aku tak tau sejak kapan aku membenci rokok.  Yang jelas aku tak terbiasa dengan asap rokok. Jika terkena asap rokok sedikit saja, aku langsung tak bisa bernafas. Kemudian batuk-batuk, kemudian muntah-muntah. Begitulah. Seperti hari ini.
Seperti biasa, selepas tarawih ibu mewajibkan semua keluarga di rumah harus mengaji terlebih dahulu, termasuk aku dan adik-adik. Ayah juga. Tapi hari ini, ayah dan adik diizinkan untuk pulang dulu karena mau ada keperluan ke rumah nenek. Jadinya tinggal aku, adikku yang perempuan dan ibuk. Jangan tanya kenapa hanya keluarga kami saja, karena setiap ramdhan tahun-tahun terakhir ini memang hanya kami. Entah kalau tahun depan ketambahan satu orang anggota lagi. Kalian tau maksudku kan?
Kembali pada tadarrus selepas tarawih.
Sedikit berbeda dengan biasanya, di halaman musholla ada bapak-bapak jagongan sembari menikmati suguhan dari orang, lengkap dengan rokoknya masing-masing. Aku yang masih melanjutkan mengajiku sendiri sembari menunggu adek, tiba-tiba kesulitan bernafas. Adek langsung berhenti dan menutup hidung. Begitupun denganku. Ibu yang terkadang masih toleran juga mulai tampak terganggu. Mau bilang ini gimana, gak bilang ini kami tersiksa. Di tengah pergejolakan, aku langsung mulai batuk-batuk hingga air mataku keluar. Kemudian aku mulai mual-mual. Ibu dan adek menyuruhku ke kamar mandi untuk menghirup udara segar karena asap sudah memenuhi musholla. Namun belum lama setelah itu, aku langsung mual-mual. Kukira saja hanya mual-mual tanpa harus mengeluarkan cairan, tapi ternyata mual itu berlanjut ke tahap selanjutnya, yakni muntah. Dengan sigap aku langsung berlari ke kamar mandi melewati bapak-bapak tadi dan muntah di sana. Bahkan aku tak sadar jika al-Quranku masih di tangan. Semoga saja Tuhan men-toleran kecerobohanku. Samar-samar aku mendengar bapak-bapak bertanya aku kenapa pada ibu dan adek yang mengikutiku di belakang.
nopoo?
niku, ngapunten sakderenge. Kenek asap rokok.”
Setelah aku kembali dari kamar mandi, aku melihat bapak-bapak sudah mematikan semua rokok mereka dan asapnya sudah berkurang. Di satu sisi, aku merasa tak enak karena seakan menghentikan mereka melakukan hal yang mereka gemari. Sedangkan di sisi lain aku kagum, karena mereka masih menghargai. Dan di sisi lain lagi, entah kenapa aku jadi sungkan sendiri.
Begitulah. Aku tak membenci orang yang merokok, tapi aku sangat tidak suka dengan rokok. Ketika sekolah dulu, aku mungkin hanya tak suka karena bau asapnya. Tapi semenjak kuliah, aku sekilas mempelajari bahan-bahan kimia yang terdapat dalam rokok dan efeknya terhadap perokok aktif maupun pasif.  Sehingga ke-enggananku pada rokok semakin tinggi.
“lalu bagaimana jika suamimu nanti perokok?”
Ada yang pernah bertanya. Aku selalu berharap kalau suamiku nanti bukanlah seorang perokok. Jikapun ia perokok, aku akan menggunakan segala cara agar ia meminimalisir aktivitas merokoknya hingga bisa berhenti total. Bukannya aku tak mau, tapi aku khawatir pada anak-anakku kelak. Daripada efek positif, rokok lebih banyak memberikan efek negatif. Lalu ibu berkata,
“jika istrinya sampe kayak gini kalau kena asap rokok, ya masa suaminya gak bakal berhenti?”
Kemudian aku tertawa.


~snj, 1900519

0 komentar: