Menulis. Impian. Butuh
Menulis.
Entah masih
se-istimewa apakah menulis bagiku saat ini. Aku masih menulis, hanya saja
kepercayaan diriku mulai memudar. Tiba-tiba saja aku terlalu berhati-hati saat
ingin menulis hingga akhirnya jari-jariku cuma berhenti di atas laptop dan tak
jadi menulis. Aku ragu. Aku mulai ragu pada diriku sendiri. Aku mulai ragu
kalau aku memang benar-benat suka menulis. Apa sebenarnya aku hanya pura-pura
suka menulis? Atau aku menulis hanya untuk berpura-pura? Entahlah. Kadangkala aku
tak memahami diriku sendiri, tapi masih saja meminta pemahaman dari orang lain.
Impian.
Aku mulai
lupa rasanya bermimpi tinggi. Aku mulai melupakan ambisi untuk meraih setiap
mimpi itu dengan tanganku sendiri. Bukan karena tak mau, tapi langkahku mulai
melemah. Langkahku juga tak berjangka lebih lebar dari sebelumnya, malah
cenderung mengecil. Bisa jadi aku malah tak melangkah sama sekali. Tapi bukan
berarti aku tak pernah bermimpi untuk bermimpi. Aku masih bermimpi. Hanya saja
mimpi itu masih mimpi.
Butuh.
Butuh? Apa aku
menulis kata butuh? Aku juga tak tau kenapa aku menulis kata butuh. Aku
menulisnya tanpa sadar. Apakah itu berarti aku sedang berkecipung dengan kata ‘butuh’?
Bisa iya bisa tidak. Aku memang butuh. Butuh semangat baru, butuh motivasi
baru, butuh alasan untuk tetap menulis impianku. Aku butuh seseorang yang bisa
mendukung setiap impianku, bersama. Sepertinya kalimat yang terakhir adalah
yang paling tegas diantara semua kalimat yang kutulis sebelumnya.
Yah, begitulah.
0 komentar: