Beberapa
hari terakhir ini, jagad dihebohkan dengan insiden penusukan salah satu ulama
di Indonesia, Syekh Ali Jabir. Setiap media sosial berisi tentang berita beliau.
Beberapa menyampaikan kebenaran, namun kebanyakan penuh dengan judul
ke-metaforaan. Namun, karena aku tak terlalu mengerti masalah hukum, biarkanlah
itu menjadi urusan mereka para penegak hukum. Di tulisan ini, aku hanya ingin
berbagi tentang teladan yang diberikan oleh beliau. Agar sebagian dari kita tak
hanya ikut-ikutan melempar praduga tentang baduk yang sengaja dimainkan di atas
papan catur.
Sebenarnya aku tak terlalu mengikuti
tausiyah Syekh Ali Jabir. Aku hanya tau beliau adalah salah satu mustami’ di
salah satu acara hafidz di TV. Namun saat nama beliau menjadi trending topik di
twitter, tentu saja aku penasaran ada apa? Dan saat membukanya, aku tak percaya
dengan apa yang kulihat. Perasaan khawatir, sedih, marah, dan berbagai macam pertanyaan
memenuhi pikiranku. Kenapa? Ada apa? siapa?
Ketika aku melihat gambar beliau di salah
satu video youtuber Indonesia, aku langsung meng-kliknya. Kukira gambar beliau
hanya sekedar thumbnail saja layaknya video-video yang lain. Tapi ternyata di
video tersebut beliau memang hadir di sana! Padahal hanya selang sehari setelah
insiden penusukan. Akhirnya aku mulai menonton dan mendengarkan. Niatku tadi hanya
ingin mengetahui kabar beliau, namun aku malah mendapatkan banyak hal dari
beliau. Satu menit, dua menit, jariku tak menekan tombol mempercepat sekalipun.
Biasanya jariku selalu stand by di tombol mempercepat, tapi berbeda dengan
video itu. Aku tak mau melewatkan satu nasihatpun. Setiap uacap beliau, setiap tingkah beliau, adalah meneladani Rasulullah.
Sebenarnya aku ingin sekalian menulisnya
di sini, namun ada kewajiban yang harus kulakukan di dunia nyata. Jadi meskipun
jariku ingin terus melanjutkan, aku harus mengakhirnya terlebih dahulu. Semoga
saja penundaan ini, tak membuat hatiku menjadi tak ingin membaginya. Yah, apa
yang bisa dilakukan jariku jika hatiku tak mau? terkadang ia memang bakhil. Tak
semua rasa mau ia bagikan.
Jadi, jangan menunggu, karena aku tak pernah menyuruh.
Salam,
~snj
0 komentar: