Jumat, 18 September 2020

Mereka yang Meneladani Rasulullah

 


        Beberapa hari terakhir ini, jagad dihebohkan dengan insiden penusukan salah satu ulama di Indonesia, Syekh Ali Jabir. Setiap media sosial berisi tentang berita beliau. Beberapa menyampaikan kebenaran, namun kebanyakan penuh dengan judul ke-metaforaan. Namun, karena aku tak terlalu mengerti masalah hukum, biarkanlah itu menjadi urusan mereka para penegak hukum. Di tulisan ini, aku hanya ingin berbagi tentang teladan yang diberikan oleh beliau. Agar sebagian dari kita tak hanya ikut-ikutan melempar praduga tentang baduk yang sengaja dimainkan di atas papan catur.

            Sebenarnya aku tak terlalu mengikuti tausiyah Syekh Ali Jabir. Aku hanya tau beliau adalah salah satu mustami’ di salah satu acara hafidz di TV. Namun saat nama beliau menjadi trending topik di twitter, tentu saja aku penasaran ada apa? Dan saat membukanya, aku tak percaya dengan apa yang kulihat. Perasaan khawatir, sedih, marah, dan berbagai macam pertanyaan memenuhi pikiranku. Kenapa? Ada apa? siapa?

            Ketika aku melihat gambar beliau di salah satu video youtuber Indonesia, aku langsung meng-kliknya. Kukira gambar beliau hanya sekedar thumbnail saja layaknya video-video yang lain. Tapi ternyata di video tersebut beliau memang hadir di sana! Padahal hanya selang sehari setelah insiden penusukan. Akhirnya aku mulai menonton dan mendengarkan. Niatku tadi hanya ingin mengetahui kabar beliau, namun aku malah mendapatkan banyak hal dari beliau. Satu menit, dua menit, jariku tak menekan tombol mempercepat sekalipun. Biasanya jariku selalu stand by di tombol mempercepat, tapi berbeda dengan video itu. Aku tak mau melewatkan satu nasihatpun. Setiap uacap beliau, setiap tingkah beliau, adalah meneladani Rasulullah.

            Sebenarnya aku ingin sekalian menulisnya di sini, namun ada kewajiban yang harus kulakukan di dunia nyata. Jadi meskipun jariku ingin terus melanjutkan, aku harus mengakhirnya terlebih dahulu. Semoga saja penundaan ini, tak membuat hatiku menjadi tak ingin membaginya. Yah, apa yang bisa dilakukan jariku jika hatiku tak mau? terkadang ia memang bakhil. Tak semua rasa mau ia bagikan.

Jadi, jangan menunggu, karena aku tak pernah menyuruh.

 

Salam,

~snj

0 komentar: