Kamis, 26 Januari 2017

Jika Bukan Dia - Jika Dia Bukan - Bukan Jika Dia

“Nafa!!” panggil sebuah suara dari kejauhan. Nafa sangat mengenal siapa pemilik suara itu, namun nafa lebih memilih untuk berpura-pura tidak mendengarnya. Bagaimanapun juga ia masih belum bisa menegakkan kepalanya dengan yakin. Ia khawatir kepalanya akan tertunduk kembali jika berhadapan dengannya. Dan lagi nafa tidak benar-benar yakin bisa memaksa air matanya untuk tidak egois mengintip di pelupuk matanya, lagi.

Nafa mempercepat langkahnya saat merasakan pemilik suara yang memanggilnya itu semakin mendekat. Sebisa mungkin nafa harus menghindarinya.

“Nafa!” panggil suara itu kembali dengan intensitas suara yang lebih besar. Kalau nafa tidak salah, orang itu sudah berada satu meter di belakangnya. Dengan langkah kakinya yang pendek, nafa tidak yakin bisa menghindar dari seorang yang nafa hanya sepundaknya. Jika nafa berlari…

            Segala kemungkinan bisa terjadi.

Batin nafa. Dulu, nafa pernah menjadi pelari jarak jauh tercepat kedua di kelasnya. Semoga saja predikat itu masih bisa nafa sandang. Tanpa pikir panjang langsung memasang kuda-kuda untuk mengambil langkah seribu. Namun, bukannya melesat menerabas gerombolan mahasiswa yang sudah seperti medan perang di depannya, Nafa malah tertarik kebelakang saat sebuah tangan memegang tas ranselnya. Tak perlu menebak lagi siapa pemilik tangan itu. Yah, pemilik tangan dan pemilik suara tadi adalah orang yang sama. Alfan.

“mau kemana adek kecil? Sini sama om…” ledek Alfan masih memegang ransel nafa.

“lepasin tas aku kak!” Nafa melemparkan lirikan tersinisnya pada Alfan. Alfan menggelengkan kepalanya pelan. Nafa tau, ia gak bakalan bisa kabur dengan mudah jika sudah berhadapan dengan kakaknya.

“oke. Aku gak bakalan kabur deh. Tapi lepasin donk… Malu nih dilihat orang.” rengek Nafa saat menyadari berpasang-pasang mata yang melemparkan tatapan penasaran padanya.

“lebih malu mana ketimbang kamu tiba-tiba lari kalang kabut demi menghindar dariku?”

Nafa mengangkat setengah bibirnya ke atas dan mengangkat tangan kanannya ke atas. “oke, saya menyerah. Jadi saya mohon dengan sangat anda melepaskan tas saya.”

“dengan satu syarat.” Sela Alfan. Alfan menunjuk sebuah gedung yang terdiri dari empat lantai di sampingnya dengan dagunya.  PERPUSTAKAAN UTAMA.

Yah. Bagi mereka yang peduli dengan IP, perpustakaan sudah seperti rumah kedua bagi mereka. Bagi mereka yang tidak peduli dengan IP, mungkin perpustakaan hanya seperti lukisan yang terpajang di dinding rumah. Dan untuk pasangan yang tengah kasmaran, perpustakaan bisa menjadi salah satu tempat yang direkomendasikan untuk berbincang mesra. Tapi bagi nafa yang bukan termasuk mereka yang peduli dengan IP pun tidak peduli, dan bukan juga termasuk pasangan yang tengah kasmaran,  perpustakaan seakan pengadilan jika ia masuk ke sana dengan Alfan. Dia selalu menjadi terdakwa tiap kali duduk di kursi perpustakaan bersama Alfan.

“Nafa, kamu tau kan kalau mencoba bersembunyi dariku adalah hal yang sia-sia jika kamu lakukan?” ucap Alfan yang lagsung membuat nafa tertunduk, untuk kesekian kalinya.

###

“Jadi, apa yang terjadi?” tanya alfan seraya memainkan pena di tangannya. Nafa yang duduk di depan Alfanpun hanya bisa menghela nafas dalam. Ia benar-benar merasa seperti di dalam persidangan. Namun, tidak ada gunanya juga dia menyembunyikan sesuatu dari Alfan. Dan lagi, nafa memang harus bercerita. Karena itu bisa mengurangi beban hatinya.

“Aku bilang adanya kalau dia tidak benar-benar padaku, aku akan berhenti dan akan melepas rasaku.” Awal nafa. Alfan menghentikan putaran pena ditangannya sejenak kemudian tersenyum samar. Saat nafa menyebut kata ‘dia’, alfan langsung tau kalau dia yang nafa maksud pasti fatih.

“bagus.”

“kenapa bagus? Aku serasa telah menjual harga diriku dengan bertanya pertama kali. Aku pasti tampak seperti perempuan yang menyedihkan.” Tunduk nafa seakan menyesali apa yang ia telah ia lakukan.

“enggak tuh. Jika dia memang mengenalmu, dia gak akan pernah berpikiran seperti itu. Jika aku menjadi dia, aku akan berpikir kalau kamu adalah perempuan yang pemberani.” Sebenarnya nafa tidak ingin percaya dengan kata-kata alfan, tapi entah kenapa apapun yang dikatakan alfan tidak ada yang serasa ganjal di hatinya.

“perempuan pemberani yang nekat menanyakan tentang kejelasan perasaannya pada seorang lelaki? Kakak jangan bohong deh. Pasti kakak mengatakannya hanya untuk menghiburku.” Elak nafa.

“coba jelasin dimana letak bohongku?” tantang alfan.

“di… di…” nafa tergagap menjawab pertanyaan alfan.

“sekarang aku tanya. Sudah berapa lama kamu masih bela-belain menutup hati dari orang lain demi orang yang gak jelas itu?” alfan sengaja menekan kata ‘orang yang gak jelas’ untuk mendeskriminasi nafa.

“aku gak menutup hati buat orang lain kok. Aku cuma menjaga hati.” Sahut nafa. “dan fatih bukan orang yang gak jelas. Bukankah kakak bisa melihat kakinya dengan jelas?” bela nafa yang di balas dengan desisan geregetan alfan.

“baiklah. Anggap saja dia seperti yang kamu anggap. Sekarang berapa waktu yang kamu habiskan untuk ‘menjaga orang yang bisa kulihat kakinya dengan jelas’ itu?”

Sebenarnya nafa ingin melemparkan pembelaannya kembali. Namun ia mengabaikannya karena sibuk menggerakkan jarinya seakan menghitung sesuatu. “jika dihitung dari terakhir kali aku melepasnya, sekitar 5 tahun?”

“dari lima tahun itu, kamu yakin gak dia juga menjaga hatinya untukmu?”

“sebelum dia menceritakan padaku tentang perempuan yang dekat dengannya, aku masih yakin. Tapi setelah itu, aku meragukan keyakinanku sendiri.”

“nah. Itu kamu sudah tau jawabannya.” Sahut alfan.

Nafa mengerutkan keningnya tidak mengerti. Nafa menarik bangkunya ke depan, penasaran dengan apa yang dimaksudkan alfan.

“gini ya adekku sayang. Menanyainya tentang kejelasan perasaannya padamu bukanlah hal yang memalukan, tapi sebuah keharusan yang udah seharusnya kamu lakukan. Jika kamu ragu, kenapa juga kamu harus yakin? Begitupun saat kamu yakin, kenapa juga harus ragu. Kamu meminta kejelasan karena kamu sudah meragukannya. Jika kamu terus-terusan diam seperti yang selama ini kamu lakukan, dan hanya modal yakin, kamu tidak akan pernah bisa melepas belenggu yang udah kamu ciptakan sendiri.”

“tapi dia pernah bilang, boleh jadi kita sekarang masih teman tapi tidak dengan nanti. Dari perkataannya, cara dia memperlakukanku, dan tatapannya saat kita terakhir kali bertemu, aku masih melihat tatapan yang sama saat kita pertama bertemu kak. ”

“bagaimana kamu bisa seyakin itu? orang ketemuan aja gak pernah. Telphonpun cuma beberapa kali. Referensi kamu gak bisa diterima.” Tegas alfan. Nafa memanyunkan bibirnya ke atas. Dia jadi berpikir, apakah selama ini dia salah?

“gini deh. Anggap saja kalau dia masih menjaga perasaannya padamu. Trus kamu mau ngapain?” lanjut alfan.

Nafa menggerak-gerakkan posisi duduknya yang mulai memanas. Pertanyaan alfan adalah mutlak untuk di jawab. Kalau tidak, ia tidak yakin bakal bisa keluar dari perpustakaan secepat mungkin. “aku gak mau main-main lagi kak.” Jawab Nafa. “Tapi sepertinya aku terlalu egois jika berpikiran seperti itu. Bukankah aku akan menyakiti banyak hati jika mengharapkannya? Terlebih lagi aku akan menyakitinya. Mungkin karena itu aku lebih memilih untuk berhenti. Seenggaknya aku masih punya waktu untuk menyembuhkan lukaku.”

“Stop! Kamu ini kebiasaan berpikiran seenaknya sendiri. Kalau kamu mikirin orang lain, berarti kamu gak egois adek manis... Coba deh tenangin perasaanmu dulu, baru jawab.”

Nafa menutup kelopak matanya pelan. Satu persatu bayangan hadir di balik matanya. Masa-masa sekolahnya, masa-masa nyantrinya dan terakhir masa-masa kuliahnya 5 semester kemarin. Nafa menghela nafas dalam. “Aku khawatir jika kita tidak jodoh bagaimana?” gumam nafa kemudian membuka matanya. “bagaimana jika bukan namanya yang disandingkan dengan namaku di lauhul mahfudz? Bukankah hal itu akan menyakitkan? Lalu bagaimana aku bisa menjelaskan pada dia yang sudah dipersiapkan Tuhan untuk melengkapi agamaku nantinya? Aku merasa sudah mengkhianati calon imamku. Terlebih lagi, aku seakan menuntut Tuhan dengan meminta banyak hal.”

Alfan menarik kedua ujung bibirnya ke atas. “Nah, itu baru adikku. Kamu sudah menemukan sejatinya alasanmu melakukan semuanya. Dan itu adalah keputusan yang terbaik. Jadi, apakah kamu masih menyesali keputusanmu?”

Nafa menatap Alfan penuh arti, kemudian menggelengkan kepalanya pelan seraya tersenyum.

“ternyata usahaku selama ini tidak sia-sia ngajarin kamu.” Bangga alfan sembari mengacak rambut nafa yang berada di balik jilbabnya. Nafa hanya menarik jilbabnya ke belakang membetulkan tatanannya sebentar.

“yakin dek. Orang yang dipersiapkan Tuhan gak mungkin salah alamat. Seperti pensil yang tidak mungkin berisi tinta, Tuhan pasti memberikan orang yang tepat untuk hamba-Nya.”

Perpustakaan utama di kampus nafa terdiri dari 4 lantai dengan luas yang tidak jauh berbeda dengan lapangan sepak bola. Saat pertama kali ke perpustakaan, bagi nafa melewati rak-rak di tiap lantai seperti melewati labirin. Belum lagi jika disuruh mencari salah satu buku, rasanya nafa hanya bisa melihat garis-garis lurus di depannya. Meskipun begitu, dengan kampus dengan mahasiswa yang kira-kira berjumlah 13.000 lebih ini, perpustakaan bisa dibilang sebagai tempat yang sepi. Nafa melihat sebagian besar pengungjung perpus adalah bapak ibu dosen dan mahasiswa semester akhir. Yah, karena adanya ‘syaikh google’ semuanya jadi dimudahkan. Dengan sekali klik, makalah jadi, artikel beres, laporan tepat waktu. Padahal semua itu adalah cara untuk membodohkan kita. Sekarang manusia jadi malas melakukan apapun. Semuanya digantungkan pada mesin. Nafa jadi khawatir, bisa-bisa nanti makanpun kita disuapi mesin.

“oh iya. Selama ini kakak gak pernah cerita tentang perempuan yang kakak sukai. Jangan-jangan kakak gak suka perempuan ya?” pertanyaan nafa yang lansung dibalas dengan pena yang mendarat di kepala nafa.

“Auw.” Keluh Nafa sembari mengusap kepalanya.

“ngawur kamu!”

“lha aku gak pernah dengar kakak deket dengan perempuan sih.”

“aku menyukai kaum hawalah. Ada seorang perempuan yang kusukai sampai sekarang.” Alfan tampak menatap langit di balik jendela seakan membayangkan wajah seseorang.

“oh iya? Siapa? Kenapa gak dikenalain?” antusias nafa.

Berani, lamar. Gak berani, lupakan. Itu prinsip kakak. Aku gak mau dia mengalami hal yang seperti yang kamu alami.”

Nafa melirik sinis Alfan. Namun diam-diam ia mengagumi kakaknya itu. Andaikan saja semua laki-laki berpikiran seperti alfan. Tapi bukankah itu seperti memaksa semut berenang?

“sebelum umur 30, aku akan ke Turki.” Celetuk nafa tiba-tiba yang dibalas dengan bulatan mulut alfan.

“kenapa Turki?”

“karena Turki adalah negara dengan mayoritas penduduk islam di Eropa. Ingin mencari jejak Islam di sana.” Angan Nafa.

“halaah. Nama-nama jalan di sekitar kampus aja kamu gak tau, sok-sokan mau ke luar negeri.” Ejek alfan.

“yheee, aku kan nanti gak sendirian.”

“jangan ngajak aku. Aku sibuk.” Tolak alfan dengan mengangkat tangannya ke atas.

“siapa juga yang mau ngajak kakak? aku sama orang lain kok.”

“siapa?” tanya alfan penasaran.

“suamiku.” Tegas nafa seraya tersenyum manis. Untuk kesekian kalinya, alfan mengetuk kepala nafa dengan penanya.

“otak kecil ini gimana bisa udah mikir jauh gitu sih. Khatamin dulu Al-Qur’anmu, baru mikir suami.”

Dan untuk kesekian kalinya pula, nafa memanyunkan bibirnya.


An261017

0 komentar:

Senin, 23 Januari 2017

Surat Untuk Kekasih (Tuhan, terimakasih karena telah mematahkan hatiku)

Tuhan...
Terimakasih karena telah mengutus seorang lelaki rupawan akhlaknya ke dunia ini dan mengenalkanku padanya. Meskipun aku masih belum pernah bertemu dengannya, aku belajar banyak hal dari kekasih-Mu itu. Sebelum aku mengirim sepenggal suratku padanya, bolehkah aku meminta izin dari-Mu terlebih dahulu? Tuhan, aku percaya kamu gak bakalan cemburu meskipun ada ciptaan-Mu yang mencintainya kan? Baiklah, surat ini untuk kekasih-Mu.

Kekasih Tuhanku, terimakasih karena ada di dunia ini dengan membawa lilin di tengah gelapnya hutan fatamorgana yang berisi banyak binatang buas. Terimakasih karena mengenalkan nenek moyangku pada Tuhan dan akhirnya membuatku mengenal-Nya juga. Jika tanpa kedatanganmu, mungkin aku akan mengenal matahari yang memberiku kehangatan, mungkin aku akan mengenal bulan yang memberiku cahaya di tengah malam, mungkin aku akan mengenal laut sebagai pemberi makan dan bisa jadi aku malah mengenal mesin-mesin sebagai penolong setiap masalahku. Karena kahadiranmu, aku jadi tau bahwa Tuhankulah yang melakukan semuanya.

Utusan Tuhanku, terimakasih karena telah mengajarkanku banyak hal. Mungkin aku bukanlah siswi yang baik, namun sebisa mungkin ku jadikan engkau sebagai acuan rutinitasku. Salah satunya aku belajar mengendalikan hati darimu.

Muhammadku, aku adalah orang yang tak pandai mengendalikan hatiku. Mungkin aku masih bisa mengendalikan amarah dengan menangis diam-diam di depan Tuhan, tapi aku masih belum bisa dirimu. Pernah ada orang bilang, katanya ‘sabar itu ada batasnya. Ikhlas yang gak ada batasnya’. Sepertinya net sabarku seperti net dalam permainan bola voli yang dilakukan oleh semut. :(

Cahaya hidupku, aku pernah menyayangi salah satu ummatmu melebihi sayangku padamu. Bahkan aku lebih sering menyebut namanya daripada namamu di dalam doaku. Dengan mengkhianatimu, bagaimana mungkin aku masih berani mengajukan berbagai permintaan pada Tuhanku? Karena itu, saat Tuhan mematahkan hatiku, aku yakin Dia sebenarnya memberikan kesempatan padaku untuk mencintaimu dan Dia kembali.

Mengabaikan cintamu dan cinta-Nya di setiap oksigen yang dibawa oleh darah menuju akalku, sepertinya aku sudah menjadi pengkhianat sejati. Menggadaikan rasa maluku dengan menuntut cerita yang bahkan belum Tuhan intipkan untukku. Pemimpinku, bolehkah aku mencintaimu kembali? Bolehkah aku mendamba cintamu dan dan cinta-Nya kembali?

Di atas hamparan kegersangan akal yang sudah membabi buta, di atas bumi-Nya yang semakin renta, dan di bawah langit-Nya yang kian merendah, kuharapkan pertolonganmu di hari akhirku nanti. Terimakasih karena sudah mengenalkan Tuhan kepadaku.

Dan Tuhanku, terimakasih karena telah mematahkan hatiku.

An230117


0 komentar:

Kamis, 12 Januari 2017

Surga Tidak Bisa diBeli dengan Ibadah

            Bel jamaah maghrib sudah berbunyi saat nafa masih terpekur di depan Al-Qurannya. Rasanya ia seperti menghadapi kecemburuan yang dahsyat dari ayat-ayat yang terukir indah di setiap lembar mushafnya. Seakan ia berbisik, “ini balasanmu karena kemarin jarang menghiraukanku dan sibuk menghiraukan hal lain.”
            Nafa menghela nafa dalam. Ia mengakui ini salahnya. Dua minggu di rumah membuatnya jarang menyapa mushafnya kecuali setelah maghrib dan subuh. Itupun ‘kencan’ yang mereka lakukan tidak selama biasanya.
            Pantas saja kamu cemburu.
            Batin nafa dalam hati. Sekarang ia mempunyai misi, yaitu meredakan amarahnya secepat mungkin sebelum ia benar-benar ditinggalkan.
            “Nafa, gak lupa kan kalau sekarang waktunya pujian?” tegur sebuah suara di depan pintu kamarnya. Sejenak nafa terdiam seraya mengerutkan keningnya, sebelum kemudian ia menepuk dahinya pelan.
            “istaghfirurobbakum! Maaf, lupa…hehehe.” Nafa memamerkan deretan giginya dan langsung melompat mengambil sajadah dan bergegas ke musholla.
            Di musholla masih sepi kecuali satu orang yang tengah menata rak tempat Al-Qur’an dan kitab di pojok musholla. Sarah.
            “waktunya pujian ya?” sapa sarah saat melihat kedatangan nafa yang tergopoh-gopoh.
            “iya. Hehe” untuk kesekian kalinya nafa memamerkan deretan giginya yang tidak rata. Sepertinya nafa berbakat menjadi model iklan salah satu pasta gigi.
            “silahkan nafa. Yang serius ya… jangan sambil ketawa.” Ujar sarah sambil menggantungkan sapu lidi di tembok belakang.
            “siap!” nafa mengangkat jari jempolnya seraya mengerlingkan matanya yang membuat sarah langsung tergelak. “oh iya, nanti setoran sama siapa sarah? Kamu apa ustadz?” Yah, bisa dibilang sarah adalah santri yang istimewa. Selain ia memiliki hafalan yang paling banyak di sini –sepertinya sih dia sudah selesai- , sarah tidak pernah absen tahajud, dhuha dan jamaah. Bahkan puasapun ia ‘daud’. Jika yang lain masih sering macet di tengah ayat, sepertinya tidak ada kamus macet di hafalan sarah. Jadi juz keberapapun yang harus ia baca saat menjadi imam, ia tidak pernah berhenti. Pernah ketika ramadhan, ia menggantikan ustadz menjadi imam sholat tarawih. Karena target ma’had sebulan khatam, jadilah setiap tarawih satu juz. Mungkin karena itulah ustadz mempercayainya sebagai badal penerima setoran apabila beliau berhalangan. Diam-diam sebenarnya nafa iri dengan sarah. Ia ingin memiliki keistiqomahan seperti sarah.
            “sama ustadz ya. Kan ustadz ada.” Jawab sarah dengan tersenyum. Padahal nafa berharap setoran ke sarah karena akibat kecemburuan mushafnya, satu halaman yang ia siapkan belum jadi.
            “okelah.” Sahut nafa dengan membikin lingkaran dari jari jempol dan telunjuknya.
###
            “barang siapa yang anaknya membaca dan mengamalkan ayat Al-Qur’an, maka orang tuanya diberikan kedudukan dengan makhkota yang cahayanya melebihi cahaya matahari. Lha wong orang tuanya aja diberikan kedudukan seperti itu, apalagi anaknya yang mengamalkan?” terang ustadz nafa saat menerangkan salah satu hadits di dalam kitab ‘At-Tibyan’ sebagai pengisi liburan kuliah.
            Yah, sebenarnya liburan kuliah merupakan hari merdekanya anak kuliah. Tidak seperti liburan sekolah yang paling lama dua minggu, liburan kuliah bisa sampai sebulan lebih. Bahkan ada yang dua bulan.
            “daripada kalian di rumah makan tidur aja, lebih baik di pondok ngopeni Al-Qur’annya” begitulah nasihat ustadz sebelum pulangan kemaren.
            “orang yang menghafal Al-Qur’an memiliki 10 tiket ke surga untuk orang yang dijamin masuk neraka. Misalnya nih kalian punya saudara yang dosanya sangat banyak dan dijamin masuk neraka, orang yang menghafal Al-Quran dapat memberikan syafaat pada kerabat tersebut. Dan jika dia penghafal juga mengamalkan juga, maka ia dapat memberikan syafaat kepada siapapun yang ia inginkan. Karena itu, kalau bisa kita dekat-dekat dengan kyai sepuh-sepuh. Karena beliau-beliau sudah tidak memikirkan dunia lagi. Siapa tau kita nanti bisa dibantu beliau juga.”
            Diam-diam nafa mencolek sarah yang duduk di sampingnya.
            “sarah, besok ingat aku ya pas di akhirat. Yang kalau setoran nakal sendiri.” Celetuk nafa yang langsung membuat sarah membulatkan matanya.
            “masyaallah. Aku gak termasuk naf.” Sergah sarah spontan. Kalau kamu bilang gak bisa, apalagi aku? Nafa tertawa miris di dalam hati.
            “masuk surga itu murni karena rahmat Allah, bukan karena amal kita.”
            Deg. Nafa langsung terdiam saat mendengar penjelasan ustadznya. Lha kalau tidak karena amal terus karena apa coba?terus apa gunanya amal kita kalau ternyata amal kita tidak mempengaruhi?
            “karena sejatinya amal baik itu dari Allah. Misalnya orang yang menghafal Al-Quran tidak akan bisa menjadi penghafal kalau dia tidak dipilih oleh Allah. Jadi bersyukurlah karena kita sudah dipilih oleh Allah untuk menjaga kalam-Nya. Al kisah ada seorang sahabat pada zaman nabi musa dulu merupakan ahli ibadah. Jadi hidupnya selalu dibuat beribadah sampai dia tidak menikah karena khawatir mempengaruhi ibadahnya. Suatu hari ia sowan kepada nabi musa dan berkata ‘wahai nabi musa. Tolong tanyakan pada Allah, di surga nanti saya ada di lantai berapa’. Karena nabi musa menerima langsung firman dari Allah seperti dalam ayat yang gimana bunyinya?”
            “wa kallamallahu musa taklimaa” sahut sarah yang tentu saja membuat nafa yang berada di sampingnya takjub.
            “ahsanti. Jadi nabi musa bertanya pada Allah. ‘ya Allah, ini ummatku ada yang hidupnya dihabiskan dengan beribadah. Bahkan dia tidak menikah karena ingin terus beribadah kepada-Mu. Kira-kira di surga dia ini di lantai berapa ya?’ kira-kira begitulah nabi musa nanyanya.” Semua santri tertawa mendengar gaya bercerita sang ustadz yang seperi teaterikal, tak terkecuali nafa.
            “kemudian Allah menjawab ‘oh, dia ini ada di neraka paling bawah musa’. Nabi musa kaget mendengar jawaban Allah, ‘lhoh, ini seriusan ya Allah? dia gak pernah ninggalin ibadah kepada-Mu ya Allah’. ‘iya, neraka bawah sendiri’. Akhirnya nabi Musa menyampaikan pada umat beliau yang ahli ibadah tersebut. ‘ya fulan, kata Allah kamu berada di neraka paling bawah’. Seketika si fulan ini menangis tersedu-sedu dan berdoa kepada Allah. ‘Ya Allah, jika memang aku Engkau tempatkan di neraka paling bawah, jadikanlah hamba menjadi beesar hingga menutupi pintu neraka agar ummat nabi musa yang bahkan tidak pernah ibadah tidak bisa memasuki pintu neraka’. Dan karena doa si fulan tersebut, Allah memasukkannya ke dalam surga.”
            Nafa menghela nafas dalam. Banyak hal yang kini berkecamuk di pikirannya.
            “jadi surga tidak bisa dibeli dengan ibadah. Gak mesti orang yang ahli ibadah selalu masuk surga dan orang yang tidak pernah beribadah berarti calon penghuni neraka. Pernah dengar kisahnya kyai basesoh?” serentak samua santri menjawab tidak. Ada yang berbisik-bisik menebak kira-kira kisah yang mana?
            “kisah yang mabuk itu gak sarah?” tanya nafa pada sarah. Kalau menyangkut tentang cerita, nafa termasuk salah satu penggemarnya. Karena itu, ia sangat suka mendengarkan cerita, membaca cerita, dan menceritakan cerita. Diam-diam ia bersyukur dengan ‘bakat’ cerewetnya.
            “sudah tau kayaknya ya? Cerita terkenal ini.” sela ustadz.
            “belum ustadz….” Jawab yang lain seraya melemparkan tatapan tajam pada nafa seakan berbicara ‘diamlaah. Biar waktu kita habis untuk bercerita’. Yah, nafa hafal betul dengan perasaan teeman-temannya.
            “ya udah. Tak ceritain lagi ya. Jadi kyai basesoh ini adalah kyai yang sangat ‘alim dan terkenal. Bahkan murid-murid beliau dikatakan bisa terbang dan menjadi kyai-kyai besar juga. Suatu saat Allah memberikan cobaan pada kyai basesoh. Karena yang di uji adalah kyai yang hebat, jinnya juga harus hebat juga ini… si iblis ini menyamar menjadi manusia dan menjadi santri kyai basesoh. Ketika menjadi santri, si iblis ini di dalam masjid terus gak pernah keluar. Jadi kyai basesoh penasaran dan mendatangi si santri tersebut dan bertanya. ‘wahai santriku, gimana kamu kok bisa kuat berdzikir terus di dalam masjid, gak makan, gak minum, gak tidur. Saya saja masih butuh makan, minum kadang juga ngantuk. Beritau saya rahasiamu.’ Namanya iblis, ya tentu aja kuat ya sampai mau nyamain malaikat. Akhirnya si iblis ini berkata ‘saya bisa seperti ini karena saya dulu pernah ngelakuin dosa pak kyai. Kan beda ibadahnya orang yang sudah pernah melakukan dosa sama orang yang belum pernah melakukan dosa’. Wah, pinter ya si iblis ini?”
            Karena terlalu serius mendengarkan cerita, nafa hanya menarik kedua ujung bibirnya ke atas. Getir.
            “setelah itu kyai basesoh bertanya dosa besar apa yang pernah dilakukan oleh si iblis yang dikira kyai basesoh sebagai santri beliau tersebut. ‘itu kyai, saya pernah membunuh orang’. lalu kyai basesoh menjawab ‘wah, jangan membunuh lah. Itu kan mendzolimi orang lain’. ‘saya juga pernah berzinah kyai’. ‘ya jangan berzinah’. ‘bagaimana kalau minum khomr?’ tanya si iblis. ‘okelah kalau minum khomr. Itukan mudhorotnya untuk saya sendiri’. Akhirnya kyai basesoh minum khomr di dalam kamarnya. Dan saat itulah si iblis beraksi dengan berangkat kepada raja yang putrinya sedang sakit. Ia berkata kalau ada kyai yang bisa menyembuhkan putri raja tersebut. Saat itu kyai basesoh dalam keadaan mabuk dan iblis memasukkan putri raja tersebut ke dalam kamar kyai basesoh. Namanya orang mabuk ya tidak ingat apa-apa ya, dan akhirnya putri tersebut di zinahi oleh kyai basesoh. Dan setelah sadar, kyai basesoh ketakutan dan akhirnya putri tersebut di bunuh juga. Si iblis yang mengetahui perangkapnya berhasil, ia mengadu kepada raja bahwa putrinya tidak diobati malah dibunuh. Sang raja marah dan memerintahkan pasukannya untuk menangkap kyai basesoh dan memeenggalnya. Sebelum pemenggalan kyai basesoh menyesal dan ingin bertobat pada Allah, tapi tidak bisa jika dia masih dalam keadaan terikat seperti ini. Jadi dia meminta iblis untuk menyelamatkannya agar ia bisa bertaubat. ‘saya bisa menyelamatkanmu kyai, tapi kamu harus mengakui kalau Allah itu adalah hamba dan aku adalah Tuhanmu’. Karena tidak mempunyai lain agar beliau bisa lepas dari ikatan tersebut, akhirnya kyai basesoh menuruti iblis dan seketika itu algojo memenggal kepalanya. Kyai basesoh meninggal dalam keadaan kufur. Na’udzubillahimindzalik.”
            “banyak kisah-kisah seperti itu. Hal yang sepertinya remeh ternyata bisa jadi murka atau kasih sayang Allah. Pernah dengar Imam Ghozali pengarang kitab ihya’ ulumuddin? Beliau merupakan orang yang mulia kan? Di surganya Allah, Imam Ghozali diberikan singgahsana di sana. Ternyata yang menjadikannya mulia bukan karena kitab-kitab yang beliau karang atau karena beliau ahli ibadah. Tapi karena ketika beliau mengarang kitab, ada sseekor lalat yang meminum tintanya dan beliau membiarkan lalat tersebut minum. Hal sederhana tersebutlah yang diterima oleh Allah. Dan juga pernah dengar cerita pelacur yang masuk surga karena memberi minum seekor anjing? Hingga akhirnya pelacur tersebut meninggal karena kehausan?”
            “kita tidak tau amal kita manakah yang diterima oleh Allah. Jadi jangan mentang-mentang yang ibadahnya banyak berikir ‘saya pasti masuk surga nih’dan meremehkan yang ibadahnya jarang. Siapa tau Rahmat Allah diberikan kepada siapa. Karena itu surga tidak bisa dibeli dengan ibadah. Masuk surga itu murni Rahmat Allah. wallahua’lam.”
###
            Nafa termenung di dalam kamarnya. Surga tidak bisa dibeli dengan ibadah. Yah, bukankah sejatinya manusia dan jin memang diciptakan untuk beribadah? Berarti ibadah memang tanggung jawab manusia. Jika tidak beribadah, kok cek ngelamake udah diciptain malah nuntut minta masukin surga karena udah beribadah yang memang udah seharusnya dilakukan. Lucu ya?
            Nafa juga pernah menemukan ayat yang artinya sesungguhnya segala sesuatu yang baik itu dari Allah dan sesuatu yang buruk itu karena kesalahan manusia sendiri.
            Lha kene iki sopo njalok gusti Allah nglebokno kene nang surgo?
            Sejenak nafa melirik mushaf yang berada di dekapannya. Di akhirat nanti, kamu mau membantuku kan?
###

Ya Allah biha Ya Allah biha Ya Allah bihusnil khotimah


an120117

Ilmu dari ust. H. Muhammad Maliku Fajri Shobah, Lc
(haamilul (Hafidzul) Quran dan pengasuh Ma'had Hufadz Bilingual Darul Hikmah)

0 komentar: