Senin, 23 Januari 2017

Surat Untuk Kekasih (Tuhan, terimakasih karena telah mematahkan hatiku)

Tuhan...
Terimakasih karena telah mengutus seorang lelaki rupawan akhlaknya ke dunia ini dan mengenalkanku padanya. Meskipun aku masih belum pernah bertemu dengannya, aku belajar banyak hal dari kekasih-Mu itu. Sebelum aku mengirim sepenggal suratku padanya, bolehkah aku meminta izin dari-Mu terlebih dahulu? Tuhan, aku percaya kamu gak bakalan cemburu meskipun ada ciptaan-Mu yang mencintainya kan? Baiklah, surat ini untuk kekasih-Mu.

Kekasih Tuhanku, terimakasih karena ada di dunia ini dengan membawa lilin di tengah gelapnya hutan fatamorgana yang berisi banyak binatang buas. Terimakasih karena mengenalkan nenek moyangku pada Tuhan dan akhirnya membuatku mengenal-Nya juga. Jika tanpa kedatanganmu, mungkin aku akan mengenal matahari yang memberiku kehangatan, mungkin aku akan mengenal bulan yang memberiku cahaya di tengah malam, mungkin aku akan mengenal laut sebagai pemberi makan dan bisa jadi aku malah mengenal mesin-mesin sebagai penolong setiap masalahku. Karena kahadiranmu, aku jadi tau bahwa Tuhankulah yang melakukan semuanya.

Utusan Tuhanku, terimakasih karena telah mengajarkanku banyak hal. Mungkin aku bukanlah siswi yang baik, namun sebisa mungkin ku jadikan engkau sebagai acuan rutinitasku. Salah satunya aku belajar mengendalikan hati darimu.

Muhammadku, aku adalah orang yang tak pandai mengendalikan hatiku. Mungkin aku masih bisa mengendalikan amarah dengan menangis diam-diam di depan Tuhan, tapi aku masih belum bisa dirimu. Pernah ada orang bilang, katanya ‘sabar itu ada batasnya. Ikhlas yang gak ada batasnya’. Sepertinya net sabarku seperti net dalam permainan bola voli yang dilakukan oleh semut. :(

Cahaya hidupku, aku pernah menyayangi salah satu ummatmu melebihi sayangku padamu. Bahkan aku lebih sering menyebut namanya daripada namamu di dalam doaku. Dengan mengkhianatimu, bagaimana mungkin aku masih berani mengajukan berbagai permintaan pada Tuhanku? Karena itu, saat Tuhan mematahkan hatiku, aku yakin Dia sebenarnya memberikan kesempatan padaku untuk mencintaimu dan Dia kembali.

Mengabaikan cintamu dan cinta-Nya di setiap oksigen yang dibawa oleh darah menuju akalku, sepertinya aku sudah menjadi pengkhianat sejati. Menggadaikan rasa maluku dengan menuntut cerita yang bahkan belum Tuhan intipkan untukku. Pemimpinku, bolehkah aku mencintaimu kembali? Bolehkah aku mendamba cintamu dan dan cinta-Nya kembali?

Di atas hamparan kegersangan akal yang sudah membabi buta, di atas bumi-Nya yang semakin renta, dan di bawah langit-Nya yang kian merendah, kuharapkan pertolonganmu di hari akhirku nanti. Terimakasih karena sudah mengenalkan Tuhan kepadaku.

Dan Tuhanku, terimakasih karena telah mematahkan hatiku.

An230117


0 komentar: