Sabtu, 27 Januari 2018

Zona Waktu


Hasil gambar untuk waktu
Seringkali kita mengeluh tentang waktu bukan? Misalnya kalau maen gadget, gak kerasa ternyata udah 3 jam. Bilangnya,
“Lhoh! Udah jam segini? Gak kerasa banget.”

Kalau pas waktunya pelajaran di kelas, baru juga 15 menit udah bolak-balik nge-cek jam, sambil batin,
“Ya Allah, tolong cepatin jamnya dong… Kita uda gak kuat menahan semua cobaan ini.” Lhah! Kok?

Temen-temen, sebenarnya waktu itu relatif (sepertinya udah pernah posting ke-relatifan waktu deh). Biarinlah, di-taukid-i biar tambah manteb! Hehehe

Oke, lanjut sama waktu yang relatif. Kalau temen-temen faham dengan ilustrasi sebelumnya, Insyallah udah pada ngerti deh maksud dari waktu relatif.
Jadi, waktu 3 jam bisa saja terasa sebentar bagi orang yang melakukan hal yang mereka sukai, tapi akan terasa menyiksa jika hal itu enggan mereka lakukan. Contoh lagi, jika bersama dengan orang yang ter-cinta (ciyeeee, suit suit!
😍), tak bertemu sehari aja kangennya udah kalang kabut. Seperti quote Dilan,

“jangan rindu. Rindu itu berat. Kamu gak akan kuat. Biar aku saja.”
Yang cewek langsung teriak-teriak! Hahaha. Trus ada meme yang bilang,
“bilangin sama Dilan. Yang berat itu bukan rindu, tapi dosa!” hahaha double deh! Tapi bener kan?

Ngomongin Dilan, kira-kira ada gak ya yang tiba-tiba chat,
"Assalamuaaikum. Buruan ganti baju, gak usah mandi."
"Waalaikumsalam. Kenapa?"
"aku udah di depan."
"ngapain?"
Gak dibales apa-apa, cuma dikirm foto tiket nonton Dilan. Huwaaah! Imajinasinya kemana-mana deh.
😂


Kok jadi bahas Dilan sih. Balik lagi.
Nah, kalau sama orang yang dibenci, jangankan 15 menit, ketemu aja ogah! Misalnya patah hati sama dosen ketika tema penelitian tiba-tiba diganti, baru juga kelihatan sepatunya langsung balik arah! (Sssst, jangan rame-rame. Ini pengalaman🤫).

Begitulah waktu.

Sering kali denger kata, “telat kuliah”, “telat lulus”, “telat nikah”. Ini pikiran jadi muter-muter, emang ada ya kata telat lulus sama telat nikah? (pose mikir
🤔)

Sebenarnya tidak ada kata telat, karena setiap orang punya zona waktu yang berbeda-beda. Misalnya,
Ada siswa yang selesai mengerjakan soal ujian duluan, ternyata jawabannya masih banyak yang salah. Ada yang ngerjainnya lambat, sampe tinggal seorang diri di ruang ujian, pengawas juga udah teriak-teriak nyuruh ngumpulin, ternyata jawabannya benar semua.
Ada mahasiswa yang maju sempro duluan, tapi banyak kendala ketika penelitian. Ada mahasiswa yang maju sempro telat, tapi penelitian lancar jaya.
Ada yang lulus duluan, tapi lama dapat pekerjaan. Ada juga yang belum luluspun udah dapat penawaran.
Kalau tentang nikah, ada yang ketemu ‘calon jodoh’ (entah itu emang jodohnya ato malah jagain jodohnya orang. Ups!) duluan, tapi gak nikah-nikah. Ada yang baru seminggu ketemu, eh malah langsung dikhitbah. So sweeeeet! 
😍 Cinta itu cuma dua caranya, Mengikhlaskan atau Menghalalkan. Titik. Gak ada penawaran!
Ada yang nikah duluan, tapi baru diberi momongan beberapa tahun kemudian sedangkan yang lain nikahnya yang kata orang ’telat’, ternyata mendapatkan amanah lebih cepat.

Yah, begitulah. Setiap orang punya zona waktu tersendiri. Jadi gak usahlah berkecil hati liat temen yang serba 'duluan'. Baru juga dikirimi undangan duluan, bapernya gak ketulungan. Pengen segera nyusul.
Kalau misalnya yang duluan itu matinya, masa iya mau segera nyusul? (Hehehe)

Kita punya zona waktu sendiri. So, kalau dijalani dengan ikhlas, Insyallah balasannya gak terbatas. Rumus yang biasanya digunakan itu satu kalimat.

“jalani aja.”
^_^

Salam
Seseorang yang mungkin juga mengalami yang kalian rasakan. 


SNJ, 270118

0 komentar:

Kamis, 25 Januari 2018

Salju di Indonesia

Hasil gambar untuk salju
Kampus.
            Seorang teman pernah berkata, jika ada mahasiswa yang berkeliaran di waktu liburan kuliah bisa ditebak kalau mereka adalah
            Mahasiswa semester akhir
Dan aku adalah salah satunya. Aku tidak tau sebenarnya ‘semester akhir itu’ sejatinya semester berapa. Apakah tergantung dengan jumlah semester? ataukah teruntuk mahasiswa yang berkutat dengan proposal dan skripsi?
Ah, entahlah. Apapun pendapat kalian.
            Liburanku dimulai sejak akhir desember kemarin hingga akhir januari nanti, tapi entah kenapa aku merasa tidak benar-benar liburan. Hanya sekitar seminggu aku di rumah dan selebihnya aku kembali ke kampus, berkencan dengan laptop dan kertas. Terkadang akan ada dakwaan dari dosen pembimbing jika aku tidak menghadap beliau atau tidak kelihatan selama dua hari di fakultas.
            Bukan nasib, ini kunamai dengan kasih sayang yang tak terhingga. Ini bukan sindiran, tapi yaaah, begitulah. Seperti petang ini aku harus berperang tanggung jawab antara ke TPQ ataukah memenuhi panggilan dosen, dan aku berakhir di fakultas di tengah hujan. Beruntung seorang teman bersedia mengisi TPQ sendiri. Aku merasa bersalah.
            Dosen-dosen masih rapat ketika aku datang, jadi aku memilih duduk di kursi diskusi yang disediakan di pojok tiap lantai. Seorang kakak tingkat yang kutau duduk di kursi seberang sembari menenteng laptop.
            “itu diluar hujan?” tanya mas Zaky (nama samaran) yang mengambil kosentrasi di bidang biokimia sedangkan aku di bidang kimia anorganik, bidang yang dikenal dengan kesulitan dan lama waktu penelitiannya. Jadi bukan hal yang tabu jika anak-anak anorganik lulus telat. Ini bukan pembelaan, aku berbicara sesuai fakta.
            “eh? Iya mas, hujan.” Jawabku sembari melihat payung di sampingku. Beruntung aku membawa payung hari ini. Sudah kapok rasanya kemarin malam-malam pulang dari kampus kehujanan.
            Mas zaky tampak mengamati langit dari tempatnya duduk.
            “lhoh!” pekiknya yang tentu saja menarik perhatianku. Ia berjalan mendekat ke jendela. Ditatapnya langit dengan lekat. “itu salju.”
            Salju? Sejak kapan di Indonesia ada salju?
            Aku hanya mengabaikan. Mungkin mas ini sedang becanda.
            “seriusan. Itu salju!” mas zaky menegaskan. Akhirnya perhatianku mengarah pada ‘salju’ yang dikatakan mas zaky.
            “masa sih mas?” kataku masih belum percaya. Ayolaaah, kita semua tau kalau Indoenesia beriklim tropis. Namun ketika kupikir-pikir lagi, bukankah iklim kita saat ini memang tengah ‘gak karuan’? Apakah ini efek pemanasan global?
            “itu salju. Bentuknya butiran.”
            Oke fix. Mas zaky berhasil membuatku berdiri dari tempat duduk dan mendekat ke bawah jendela sembari menatap langit.
            “mana mas?” tanyaku antusias. Bagaimanapun juga aku ingin tau bagaimana bentuk salju itu. Maklum, aku hanya bisa melihat keindahan salju dari drama. Aku penasaran bagaimana jika melihatnya dari jarak dekat dan bermain di sana. Membuat boneka salju, bermain lempar-lemparan, menggunakan kaos tangan tebal dan jaket berbulu-bulu. Belum lagi jika bersama seseorang yang istimewa, kesan romantis tidak pernah ketinggalan.
            “itu lhoh dek.” Mas zaky mengarahkan sebelum kemudian kembali duduk di kursi.
            Aku menelisik tiap sela-sela air hujan, mungkin saja butiran salju itu ada di sana. Rasanya aku ingin meminjam kaca pembesar di lab biologi, agar aku bisa melihat lebih besar. Tapi seberapapun aku melihat hingga mataku hampir keluar, aku tak menemukan butiran salju yang kata mas zaky barusan.
            “mana ya mas? Adanya cuma tetesan hujan.” Ucapku dengan sedikit kecewa sembari menelisik langit lagi. Mungkin saja salju itu akan turun setelahnya.
            “wahahahahah.” Mas zaky tertawa, aku mengerutkan kening.
            “ya emang tetesan air!” kata mas zaky di tengah gelak tawanya.
            “lhoh, maksdunya ini???”
            “ya mana ada salju di sini! Kamu ini kok mudah percaya. Hahaha”
            Saat itu emosiku campur aduk. Antara marah karena dibohongi dan malu karena percaya begitu saja. Jika saja ada kardus, ingin rasanya aku masuk ke sana dan bersembunyi hingga benar-benar ada salju di Indonesia.
            “salju itu ada setelah petir besar.”
            “iya a mas? Emang ada hubungannya?” mungkin ada hubungan energi di sana atau penjelasan scientist tentang pernyataan mas zaky, masih tentang salju.
            Aku duduk di kursiku lagi sambil sesekali melihat ke ruang tempat para dosen rapat.
            “ya adanya kalau ada petir besar.”
            “kiamat?”
            “ya bukan kiamat gitu juga.”
            “jadi?”
            “ya berarti gak akan pernah ada salju di Indonesia.” jawab mas zaky sebelum kemudian tertawa lagi dan membuatku seperti orang paling bodoh sedunia.
            “Ya Allah mas, tak kira beneran.” protesku.
            “makanya jangan gampang percaya. Diomongin salju di Indonesia langsung percaya. Masyaallah…”

            Kata ‘Masyaallah’ dari mas zaky terdengar seperti sindiran. Saat itu, keinginanku untuk masuk ke dalam kardus semakin besar.

SNJ, 250118

0 komentar:

Minggu, 07 Januari 2018

Untuk-Mu Allah

Allah...
Ikat tanganku.
Agar ia tak memegang handphone lebih sering dibandingkan memegang tasbih.

Allah...
Tutup mataku.
Agar ia tak melihat gemerlap dunia yang lebih terang dan buta akan saudara seiman yang kesulitan

Allah...
Kunci bibirku.
Agar ia tak selalu mengeluh seakan Engkau tak memperdulikanku

Allah...
Pegang hatiku.
Agar tak dapat kuberikan pada selain-Mu
Biarlah Engkau seorang yang memilikinya

Allah...
Izinkan aku melangkah mendekati-Mu
Izinkan aku kembali pada-Mu

0 komentar: