Salju di Indonesia
Kampus.
Seorang teman
pernah berkata, jika ada mahasiswa yang berkeliaran di waktu liburan kuliah
bisa ditebak kalau mereka adalah
Mahasiswa semester akhir
Dan aku adalah salah satunya. Aku tidak tau
sebenarnya ‘semester akhir itu’ sejatinya semester berapa. Apakah tergantung
dengan jumlah semester? ataukah teruntuk mahasiswa yang berkutat dengan
proposal dan skripsi?
Ah, entahlah. Apapun pendapat kalian.
Liburanku
dimulai sejak akhir desember kemarin hingga akhir januari nanti, tapi entah
kenapa aku merasa tidak benar-benar liburan. Hanya sekitar seminggu aku di
rumah dan selebihnya aku kembali ke kampus, berkencan dengan laptop dan kertas.
Terkadang akan ada dakwaan dari dosen pembimbing jika aku tidak menghadap
beliau atau tidak kelihatan selama dua hari di fakultas.
Bukan nasib,
ini kunamai dengan kasih sayang yang tak terhingga. Ini bukan sindiran, tapi
yaaah, begitulah. Seperti petang ini aku harus berperang tanggung jawab antara
ke TPQ ataukah memenuhi panggilan dosen, dan aku berakhir di fakultas di tengah
hujan. Beruntung seorang teman bersedia mengisi TPQ sendiri. Aku merasa
bersalah.
Dosen-dosen
masih rapat ketika aku datang, jadi aku memilih duduk di kursi diskusi yang
disediakan di pojok tiap lantai. Seorang kakak tingkat yang kutau duduk di
kursi seberang sembari menenteng laptop.
“itu diluar
hujan?” tanya mas Zaky (nama samaran) yang mengambil kosentrasi di bidang
biokimia sedangkan aku di bidang kimia anorganik, bidang yang dikenal dengan
kesulitan dan lama waktu penelitiannya. Jadi bukan hal yang tabu jika anak-anak anorganik lulus
telat. Ini bukan pembelaan, aku berbicara sesuai fakta.
“eh? Iya mas,
hujan.” Jawabku sembari melihat payung di sampingku. Beruntung aku membawa
payung hari ini. Sudah kapok rasanya kemarin malam-malam pulang dari kampus
kehujanan.
Mas zaky
tampak mengamati langit dari tempatnya duduk.
“lhoh!”
pekiknya yang tentu saja menarik perhatianku. Ia berjalan mendekat ke jendela. Ditatapnya
langit dengan lekat. “itu salju.”
Salju? Sejak
kapan di Indonesia ada salju?
Aku hanya
mengabaikan. Mungkin mas ini sedang becanda.
“seriusan. Itu
salju!” mas zaky menegaskan. Akhirnya perhatianku mengarah pada ‘salju’ yang
dikatakan mas zaky.
“masa sih
mas?” kataku masih belum percaya. Ayolaaah, kita semua tau kalau Indoenesia
beriklim tropis. Namun ketika kupikir-pikir lagi, bukankah iklim kita saat ini
memang tengah ‘gak karuan’? Apakah ini efek pemanasan global?
“itu salju.
Bentuknya butiran.”
Oke fix. Mas
zaky berhasil membuatku berdiri dari tempat duduk dan mendekat ke bawah jendela
sembari menatap langit.
“mana mas?”
tanyaku antusias. Bagaimanapun juga aku ingin tau bagaimana bentuk salju itu.
Maklum, aku hanya bisa melihat keindahan salju dari drama. Aku penasaran
bagaimana jika melihatnya dari jarak dekat dan bermain di sana. Membuat boneka
salju, bermain lempar-lemparan, menggunakan kaos tangan tebal dan jaket
berbulu-bulu. Belum lagi jika bersama seseorang yang istimewa, kesan romantis tidak
pernah ketinggalan.
“itu lhoh
dek.” Mas zaky mengarahkan sebelum kemudian kembali duduk di kursi.
Aku menelisik
tiap sela-sela air hujan, mungkin saja butiran salju itu ada di sana. Rasanya
aku ingin meminjam kaca pembesar di lab biologi, agar aku bisa melihat lebih
besar. Tapi seberapapun aku melihat hingga mataku hampir keluar, aku tak
menemukan butiran salju yang kata mas zaky barusan.
“mana ya
mas? Adanya cuma tetesan hujan.” Ucapku dengan sedikit kecewa sembari menelisik
langit lagi. Mungkin saja salju itu akan turun setelahnya.
“wahahahahah.”
Mas zaky tertawa, aku mengerutkan kening.
“ya emang
tetesan air!” kata mas zaky di tengah gelak tawanya.
“lhoh,
maksdunya ini???”
“ya mana ada
salju di sini! Kamu ini kok mudah percaya. Hahaha”
Saat itu
emosiku campur aduk. Antara marah karena dibohongi dan malu karena percaya
begitu saja. Jika saja ada kardus, ingin rasanya aku masuk ke sana dan
bersembunyi hingga benar-benar ada salju di Indonesia.
“salju itu
ada setelah petir besar.”
“iya a mas? Emang
ada hubungannya?” mungkin ada hubungan energi di sana atau penjelasan scientist
tentang pernyataan mas zaky, masih tentang salju.
Aku duduk di
kursiku lagi sambil sesekali melihat ke ruang tempat para dosen rapat.
“ya adanya
kalau ada petir besar.”
“kiamat?”
“ya bukan
kiamat gitu juga.”
“jadi?”
“ya berarti
gak akan pernah ada salju di Indonesia.” jawab mas zaky sebelum kemudian
tertawa lagi dan membuatku seperti orang paling bodoh sedunia.
“Ya Allah
mas, tak kira beneran.” protesku.
“makanya
jangan gampang percaya. Diomongin salju di Indonesia langsung percaya. Masyaallah…”
Kata ‘Masyaallah’ dari mas zaky terdengar seperti
sindiran. Saat itu,
keinginanku untuk masuk ke dalam kardus semakin besar.
SNJ, 250118
0 komentar: