Minggu, 29 April 2018

Memimpikanmu


Hasil gambar untuk gambar muslim dan muslimah mengaji kartun
Ruangan itu tidak terlalu besar. Dengan seperangkat kursi dan meja yang terbuat dari ukiran kayu, membuatnya terlihat lebih natural. Beberapa foto terpampang di dinding ruangan, menyembunyikan setiap kisah di balik sebuah jepretan. Aku mengulang hafalan yang selama ini sudah kusetorkan pada seorang lelaki yang berada di depanku. Aku tak bisa memastikan siapa dia, yang aku tau, saat-saat terbaikku adalah ketika bersamanya.
Tuk tuk tuk.
Aku mendengar ketukan jarinya pada kursi yang menandakan ada yang salah dengan bacaanku. Secara reflek, akupun mengulang bacaanku kembali. Satu ayat, dua ayat, tiga ayat, aku mendengar suara ketukan itu lagi. Dan seperti sebelumnya, aku mengulang bacaanku kembali. Namun tiap kali aku mengulang bacaanku, ketukan itu tak berhenti-berhenti. Akhirnya aku mengangkat kepalaku dan ingin menyatakan aku menyerah. Biar dia kasih tau saja yang mana bacaanku yang salah. Selayaknya orang yang berkendara dan tiba-tiba terjebak macet di tengah jalan, pastilah sangat menguras emosi. Begitupun saat bacaanku tiba-tiba berhenti di tengah jalan, rasanya ngalahin orang yang tengah putus cinta. Ah, aku baru ingat. Sejatinya, bacaanku, Al-Quranku adalah pacar yang paling pencemburu.
Aku menghela nafas panjang dan ingin menatapnya saat tiba-tiba ada sebuah tangan menyentuh bahuku. Ku kira tangan itu adalah tangan besar yang memikul tanggung jawab keluargaku, namun tangan yang kurasakan dibahuku adalah tangan halus dan kecil. Seperti tangan perempuan. Perlahan aku melihat bayangnya yang mulai kabur digantikan bias-bias cahaya yang masuk ke dalam retinaku dengan paksa. Seakan terpaksa menerima bias itu masuk dalam mataku, aku memicingkan mataku saat menangkap sebuah bayangan di depanku. Langit-langit yang sangat ku kenal, dan seorang perempuan.
“Nafa, setoran yuk.” Ujarnya.
Aku mengerjap-ngerjapkan mataku seakan mengumpulkan nyawa. Meskipun sebenarnya aku sedikit menyesal karena membuka mata. Jika saja lebih lama, aku mungkin bisa mengetahui wajahnya.
“sekarang?” tanyaku lemah. Bagaimanapun juga kuliah dari pagi hingga sore non-stop, membuat mataku berat dan tubuhku lemah. Aku baru ingat, ternyata  tadi aku hanya berniat menaruh tubuhku di atas kasur sebelum berangkat menyetorkan hafalanku. Ternyata niatan itu berubah menjadi candu mataku untuk terpejam.
“iya. Aku tunggu ya.” Ucapnya.
Aku menghela napas panjang, dan menarik tubuhku dari rekatan kasur dengan berat.
Aku belum menambah banyak hafalanku.

0 komentar: