Kamis, 15 November 2018

Untukmu yang Pengen Lulus


Ah, udah lama rasanya gak cuit-cuit di sini. Yah, kemarin-kemarin hanya bersembunyi dibalik prosa-prosa sih. Selain itu, ada rantai yang seakan menarik tanganku tiap kali ingin bercengkrama lebih banyak di sini. (Apaan ya alay gini bahasanya. Hahaha).

Baiklah. Alasan aku nulis ini, adalah untuk kalian yang ingin segera lulus atau dalam tahap akhir menuju kelulusan. Bisa dibilang ini adalah curhatan yang mengkambing hitamkan tulisan. Atau bagaimanapun kalian menganggapnya, terserah. Yang jelas, ini untuk kalian yang berada dalam fasa perjuangan sepertiku. Kita sehati kawan. (Emotion peluk sambil nangis).

Kalian pasti pernah mengalami, pas jalan dikit, ditanya “kapan lulus?”
Belok kanan dikit, ditanya “kapan sidang?”
Kiri dikit, ditanya “kapan wisuda?”
Iya nggak?
Yaaah, itu memang hak netizen untuk bertanya, dan nasib kita untuk mendapat pertanyaan. Okelah. Sah-sah saja mereka bertanya, tapi tidak semua orang berhak untuk menghakimi hidup orang lain. Right?

Society kita adalah society yang mengedepankan hasil. Orang tidak peduli seberapa keras kamu berusaha. Selagi apa yang kau hasilkan menjanjikan, mereka akan menganggapmu sebagai orang yang lebih. Meskipun keringat yang kau keluarkan lebih banyak, meski usaha yang kau kerahkan lebih besar, jika hasilnya tidak memuaskan bagi masyarakat, semua itu gak ada artinya. Seperti halnya kuliah nih. Mereka gak pernah tuh nanya apa yang kuteliti di lab. Seberapa pentingkah penelitian itu dilakukan? Kira-kira dampak apa yang bakal berpengaruh dalam masyarakat? Seberapa sulitkah? (Kecuali penguji utama, pembimbing dan konsultan. Mereka adalah orang-orang yang paling banyak bertanya).

Yang mereka pedulikan hanya satu. Foto memakai toga, ditemani ayah bunda. Sama pasangan kalau yang ada. Hhh, kalau foto pake toga aja mah semua bisa. Padahal yang paling penting bukan foto pake toganya, tapi perjuangan yang dilakukan sebelum memakai toga.

Akhir-akhir ini, teman-temanku di sini mulai kalang kabut soal wisuda karena batas pembayaran UKT udah semakin dekat. Siapa coba yang gak pengen segera lulus? Siapa yang gak pengen segera sidang dan wisuda? Siapa yang pengen bayar UKT cuma buat daftar wisuda?
Akhirnya, status-status galau mulai memenuhi story-ku. Aku juga galau, tapi gak buat di story. Di twitter. (Sama aja ya? Hahaha).

Begitulah. Jadinya aku mulai adu mulut dengan pikiran dan hatiku, hingga akhirnya muncullah tulisan-tulisan ini. Boleh saja kita berencana, tapi bukankah tidak semua hal bisa dipaksakan? Tidak semua hal bisa dirancang lalu tak meleset perkiraan. Kita bukan pemilik waktu, juga bukan pemilik kehidupan. Dan lagi, “lulus” sebenarnya hanyalah duniawi kawan. Udahlah, gak papa meskipun gak lulus semester ini. Gak papa meski harus bayar UKT lagi cuma buat daftar wisuda. Gak usah terlalu mengejar tanggal, yang notabennya kita mengejar dunia. Bersyukurlah. Bersyukur karena Allah masih masih ngasih kita mata buat begadang di depan laptop ngerjain skripsi. Masih ngasih kita mulut, meskipun terkadang digunakan untuk mengeluh, gak hanya presentasi. Masih ngasih kita kaki buat kejar-kejaan sama dosen sedari pagi sampe sore hari. Masih ngasih kita akal untuk berpikir tentang kemaslahatan (mungkin) setelah kita lulus nanti. Masih ngasih kita hati, yang seringkali tersakiti saat konsultasi (ini curhat). Dan yang paling penting, masih ngasih kita napas yang seharusnya kita gunakan untuk memperbaiki diri.

Pernah bayangin gak jika tiba-tiba Allah ngehentiin langkah kita dan kita gak bisa menelusuri bumi lagi? Banyak hal yang kita hasratkan, tapi Allah bilang, “STOP!” dan semuanya akan berhenti. Tidak seperti di jalan raya. Jika lampu berwarna kuning, berarti pertanda untuk siap-siap berjalan lagi. Namun jika Allah yang memberikan kita lampu merah, dunia yang bakal kita jelajahi bakal berbeda lagi.

Subahanallah wal Hamdulillah wa Lailahaillallah Allahuakbar

Jadi temen-temen, yuk kita tata niat kembali. Yuk kita perbaiki hasrat kembali. Tidak apa-apa meskipun (dianggap) terlambat dibandingkan orang lain. Tidak apa-apa meskipun tidak seperti orang lain. Orang lain hanya penilai di dunia, tapi Sang Penilai sebenarnya adalah Allah. Buat apa jika banyak tambahan huruf dibelakang nama tapi nilainya kosong di hadapan Allah?

Yuk sama-sama berjuang.
Tahap juang itu, berjuang sendiri – diperjuangin – berjuang bareng deh. Hahaha

Salam sayang,
Siti Nur Jannah

0 komentar: