Minggu, 14 April 2019

Aku Ingin Menulis Lagi


Aku ingin menulis lagi. Melihat jajaran naskah yang tercecer di laptopku, membuatku sedih sekaligus marah pada diriku sendiri. Aku ingin menyelesaikannya, namun entah kenapa tiap kali ingin menulis, jari-jariku langsung stagnan, males digerakin. Nyebelin banget kan? padahal sebelumnya dipikiran udah terbayang tuh gimana kronologi-kronologinya. Trus terkadang dialognyapun udah tergambar. Tapi pas ngadep laptop, byaar!!! Buyar semua.
Berdasarkan penelitian dan prasangka yang tak berdasar alias ngarang, ada beberapa alasan yang membuatku sulit untuk menulis lagi. Pertama, motivasi. Yah, aku seakan kehilangan motivasiku. Dulu, sehari gak nulis itu rasanya seperti dosa besar banget! Meskipun nulisnya manual pake tangan, ngabisin berlembar-lembar kertas dan pena. Sekarang? boro-boro dah. Masih untung-untungan cuit-cuit di twitter dan status WA.
Kedua, pengaruh milenial. Adanya gadget dan mudahnya menjelajahi dunia lewat internet, membuatku sering lalai. Buka sosmed, udah deh nelusurinya sampe berjam-jam. Yang awalnya tadi udah niat banget nulis nih, jadi kalah sama malesnya.
Ketiga, urusan rumah tangga. Eits! Maksudnya bukan rumah tangga yang itu. Wong kepala rumah tangga-ku aja belum punya. Hahaha. Percayalah, berada di rumah membuatmu dua kali lebih sibuk dibandingkan dengan kuliah dan tugas-tugasnya. Apalagi kalau kamu adalah anak pertama yang memiliki adik-adik yang masih kecil. Wah, siap-siap dah! Selain pekerjaan rumah yang skalanya lebih besar dibandingkan di kos, seperti nyapu, masak, nyuci, ngepel dan banyak lainnya, ada orang selain dirimu yang harus diurusi. Adik-adik, ayah dan ibu. Jadi pas nulis dikit, adik ngganggu. Nulis dikit, ayah manggil-manggil minta pijit. Nulis dikit, gentian yang lain. Kalau misal masang tanda kalau ‘lagi nulis, gak bisa diganggu’, besoknya langsung disindir karena gak keluar kamar seharian. Hhh.
Keempat, karena tidak ada objek tulisanku. Jujur saja kuakui, aku tak bisa menulis tanpa alasan. Jadi harus ada alasan yang membuatku merangkai kata sehingga menuangkannya dalam bentuk tulisan. Dan yang paling dibutuhkan dalam menulis itu adalah ‘ke-baper-an’ tingkat dewa. Seiring bertambahnya usia, rasionalitasku semakin bertambah. Jadi tingkat kebaperanku juga semakin menurun seiring dengan menurunnya alasan menulisku. Yah, kalian tau sendirilah kalau pengarang itu metafora-nya harus meluap-luap. Nah, herannya diriku pada diriku yang sudah –mungkin- dewasa ini, masalah-masalah entah itu kehidupan atau asmara, jadinya dianggap biasa saja. Semacam, ‘ya udahlah, gak papa’. ‘ya udahlah, mau gimana’. ‘ya gak papa’. Jadi gak bisa se-alay dulu gitu. Hahaha. Entahlah, ini sebenarnya positif atau negatif. Dan lagi jika ingin menulis perihal cinta, sepertinya aku tak lagi mahir. Aku ingin sekali menulis tentang cinta, tapi aku tak sedang jatuh cinta. Aku ingin menulis tentang patah hati, tapi aku tak sedang patah hati. Rasanya aku sudah lupa bagaimana cara mencintai dengan buta. Karena sekarang aku hanya mempercayai cinta yang berkah.
Itulah beberapa dugaan kenapa aku jadi jarang sekali nulis. Mau nulis diary tiap hari seperti dulu, kok kayak alay gitu ya. Hahaha. Bahkan terkadang, aku sampai lupa impianku yang ingin merubah dunia dengan tulisanku. (Miris). I wanna change this world with my word.
Bagaimanapun nantinya, hari ini aku masih belum menyerah dan tak akan pernah menyerah. Aku hanya berserah pada-Nya dan menjalani apapun yang digariskan untukku. Harapanku nantinya, semoga kelak ada seseorang yang akan mendekatkanku pada mimpiku kembali sekaligus semakin mendekatkanku pada Tuhan.
Jika itu kamu, kapan nih dateng?
Eak! Eak! Eak!

~snj
Ahad, 14 April 2019


0 komentar: