Apr14
Aku Ingin Menulis Lagi
Aku ingin menulis lagi. Melihat jajaran
naskah yang tercecer di laptopku, membuatku sedih sekaligus marah pada diriku
sendiri. Aku ingin menyelesaikannya, namun entah kenapa tiap kali ingin
menulis, jari-jariku langsung stagnan, males digerakin. Nyebelin banget
kan? padahal sebelumnya dipikiran udah terbayang tuh gimana
kronologi-kronologinya. Trus terkadang dialognyapun udah tergambar. Tapi pas
ngadep laptop, byaar!!! Buyar semua.
Berdasarkan penelitian dan prasangka yang
tak berdasar alias ngarang, ada beberapa alasan yang membuatku sulit untuk
menulis lagi. Pertama, motivasi. Yah, aku seakan kehilangan motivasiku. Dulu,
sehari gak nulis itu rasanya seperti dosa besar banget! Meskipun nulisnya
manual pake tangan, ngabisin berlembar-lembar kertas dan pena. Sekarang?
boro-boro dah. Masih untung-untungan cuit-cuit di twitter dan status WA.
Kedua, pengaruh milenial. Adanya gadget dan
mudahnya menjelajahi dunia lewat internet, membuatku sering lalai. Buka sosmed,
udah deh nelusurinya sampe berjam-jam. Yang awalnya tadi udah niat banget nulis
nih, jadi kalah sama malesnya.
Ketiga, urusan rumah tangga. Eits! Maksudnya
bukan rumah tangga yang itu. Wong kepala rumah tangga-ku aja
belum punya. Hahaha. Percayalah, berada di rumah membuatmu dua kali lebih sibuk
dibandingkan dengan kuliah dan tugas-tugasnya. Apalagi kalau kamu adalah anak
pertama yang memiliki adik-adik yang masih kecil. Wah, siap-siap dah! Selain
pekerjaan rumah yang skalanya lebih besar dibandingkan di kos, seperti nyapu,
masak, nyuci, ngepel dan banyak lainnya, ada orang selain dirimu yang harus
diurusi. Adik-adik, ayah dan ibu. Jadi pas nulis dikit, adik ngganggu. Nulis
dikit, ayah manggil-manggil minta pijit. Nulis dikit, gentian yang lain. Kalau
misal masang tanda kalau ‘lagi
nulis, gak bisa diganggu’, besoknya langsung disindir karena gak keluar kamar
seharian. Hhh.
Keempat,
karena tidak ada objek tulisanku. Jujur saja kuakui, aku tak bisa menulis tanpa
alasan. Jadi harus ada alasan yang membuatku merangkai kata sehingga
menuangkannya dalam bentuk tulisan. Dan yang paling dibutuhkan dalam menulis
itu adalah ‘ke-baper-an’ tingkat dewa. Seiring bertambahnya usia,
rasionalitasku semakin bertambah. Jadi tingkat kebaperanku juga semakin menurun
seiring dengan menurunnya alasan menulisku. Yah, kalian tau sendirilah kalau
pengarang itu metafora-nya harus meluap-luap. Nah, herannya diriku pada diriku
yang sudah –mungkin- dewasa ini, masalah-masalah entah itu kehidupan atau
asmara, jadinya dianggap biasa saja. Semacam, ‘ya udahlah, gak papa’. ‘ya
udahlah, mau gimana’. ‘ya gak papa’. Jadi gak bisa se-alay dulu gitu. Hahaha.
Entahlah, ini sebenarnya positif atau negatif. Dan lagi jika ingin menulis
perihal cinta, sepertinya aku tak lagi mahir. Aku ingin sekali menulis tentang
cinta, tapi aku tak sedang jatuh cinta. Aku ingin menulis tentang patah hati,
tapi aku tak sedang patah hati. Rasanya aku sudah lupa bagaimana cara mencintai
dengan buta. Karena sekarang aku hanya mempercayai cinta yang berkah.
Itulah
beberapa dugaan kenapa aku jadi jarang sekali nulis. Mau nulis diary tiap hari
seperti dulu, kok kayak alay gitu ya. Hahaha. Bahkan terkadang, aku sampai lupa
impianku yang ingin merubah dunia dengan tulisanku. (Miris). I wanna change this world with my word.
Bagaimanapun
nantinya, hari ini aku masih belum menyerah dan tak akan pernah menyerah. Aku
hanya berserah pada-Nya dan menjalani apapun yang digariskan untukku. Harapanku
nantinya, semoga kelak ada seseorang yang akan mendekatkanku pada mimpiku
kembali sekaligus semakin mendekatkanku pada Tuhan.
Jika itu kamu, kapan nih dateng?
Eak! Eak! Eak!
~snj
Ahad, 14 April 2019
0 komentar: