Setiap Pribadi Layak diperjuangkan
Pernah gak sih kalian berada pada posisi
dimana kalian sangat menginginkan sesuatu, tapi
kalian tidak bisa mendapatkannya. Termasuk juga seseorang. Aku pernah,
dan itu membuatku merasa seperti permen karet yang dibuang. Dimakan udah gak
ada rasanya, dibuangpun juga mengganggu pemandangan. Belum lagi kalau keinjek
atau kedudukan. Hhh. Pada intinya, aku merasa seperti keberadaanku sangat
sia-sia dan tidak berguna. Kemudian aku mulai menjudge diriku sendiri dengan
kalimat negatif yang semakin membuatku merasa seperti ‘sampah’. Berhari-hari
aku hanya memikirkan betapa ‘sampah’nya diriku hingga aku merasa tidak punya
hak untuk makan. Karena tidak makan itu lapar, dan rasa lapar lebih nyata
daripada pemikiran absurdku, akhirnya aku mulai berpikir secara sadar (setelah
makan). Hehehe. Aku mulai bertanya, “apa yang kulakukan pada diriku sendiri?”
Jika saja dibuat judul, mungkin judulnya bakal begini, “diriku sendiri menyiksa
diriku sendiri yang bukan diriku sendiri.” :D
Yah, aku sadar telah melakukan hal bodoh
dengan menghakimi diriku sendiri karena harapan yang tidak sesuai dengan
kenyataan. Aku memborbardir pribadiku dengan prasangka-prasangka tak berdasar.
Kemudian aku menemukan satu kalimat dalam kebangkitan setelah keterjatuhanku
karena kegagalan,
Setiap
pribadi layak diperjuangkan.
Benar bukan? Setiap orang punya hal yang
menjadikan mereka istimewa. Entah itu tentang sopan santunnya, kepintarannya,
kebaikannya, sikap bersahabatnya atau mungkin tentang kecantikannya. Secara
tidak sadar, kita menjadikan semua itu sebagai barometer ‘kesuksesan’
dalam memenuhi ekspetasi society kita. Kita mulai membandingkan diri dengan
orang lain yang kita anggap ‘lebih’. Padahal, bukankah setiap orang diciptakan
berbeda? Tidak semua aspek harus kita
miliki hanya demi memenuhi ekspetasi orang lain. Dan ketika salah satu dari hal
tersebut missing dari kita, hal itu membuat kita merasa ‘kerdil’. Lalu kita
mulai memetakkan diri sebagai kategori ‘manusia gagal’.
Secara pribadi, sebagai kaum hawa
yang rentan dengan lirikan orang lain, memang tidak mudah. Misalnya saja
tersenyum. Sedikit senyum, dikira judes. Banyak senyum, katanya genit. Sedangkan
tidak ada ukuran pasti seberapa senyum yang dibilang wajar itu. Kali aja ada
neraca yang bisa mengukur kadar wajar dalam tersenyum, sini aku mau beli.
Hehehe.
Menuruti kata orang, ya gak bakal ada
habisnya. Karena itu, kita yang harus mengubah cara pandang kita terhadap diri kita
sendiri. Berhenti berlomba-lomba memaksakan diri agar sama dengan orang lain
hanya demi dianggap ‘setara’ atau ‘lebih’ dalam pandangan orang. Mulai berdamai
dengan pribadi sendiri dan sesekali ajak berbincang. Kemudian bertanya, apakah
hari ini kau lebih baik dari hari kemarin? Jika jawabannya iya, maka itulah
kesuksesan yang sesungguhnya. Jika kita saja tak bisa memperjuangkan diri kita
sendiri, bagaimana dengan orang lain?
Jadi, sahabat-sahabatku semua, mari berlomba
memperbaiki diri. Percayalah jika setiap orang itu istimewa. Kalian itu istimewa dan kalian layak diperjuangkan. ^_^
Salam,
Siti Nur Jannah
0 komentar: