Minggu, 11 Agustus 2019

Setiap Pribadi Layak diperjuangkan




Pernah gak sih kalian berada pada posisi dimana kalian sangat menginginkan sesuatu, tapi  kalian tidak bisa mendapatkannya. Termasuk juga seseorang. Aku pernah, dan itu membuatku merasa seperti permen karet yang dibuang. Dimakan udah gak ada rasanya, dibuangpun juga mengganggu pemandangan. Belum lagi kalau keinjek atau kedudukan. Hhh. Pada intinya, aku merasa seperti keberadaanku sangat sia-sia dan tidak berguna. Kemudian aku mulai menjudge diriku sendiri dengan kalimat negatif yang semakin membuatku merasa seperti ‘sampah’. Berhari-hari aku hanya memikirkan betapa ‘sampah’nya diriku hingga aku merasa tidak punya hak untuk makan. Karena tidak makan itu lapar, dan rasa lapar lebih nyata daripada pemikiran absurdku, akhirnya aku mulai berpikir secara sadar (setelah makan). Hehehe. Aku mulai bertanya, “apa yang kulakukan pada diriku sendiri?” Jika saja dibuat judul, mungkin judulnya bakal begini, “diriku sendiri menyiksa diriku sendiri yang bukan diriku sendiri.” :D
Yah, aku sadar telah melakukan hal bodoh dengan menghakimi diriku sendiri karena harapan yang tidak sesuai dengan kenyataan. Aku memborbardir pribadiku dengan prasangka-prasangka tak berdasar. Kemudian aku menemukan satu kalimat dalam kebangkitan setelah keterjatuhanku karena kegagalan,
Setiap pribadi layak diperjuangkan.
Benar bukan? Setiap orang punya hal yang menjadikan mereka istimewa. Entah itu tentang sopan santunnya, kepintarannya, kebaikannya, sikap bersahabatnya atau mungkin tentang kecantikannya. Secara tidak sadar, kita menjadikan semua itu sebagai barometer ‘kesuksesan’ dalam memenuhi ekspetasi society kita. Kita mulai membandingkan diri dengan orang lain yang kita anggap ‘lebih’. Padahal, bukankah setiap orang diciptakan berbeda?  Tidak semua aspek harus kita miliki hanya demi memenuhi ekspetasi orang lain. Dan ketika salah satu dari hal tersebut missing dari kita, hal itu membuat kita merasa ‘kerdil’. Lalu kita mulai memetakkan diri sebagai kategori ‘manusia gagal’.
Secara pribadi, sebagai kaum hawa yang rentan dengan lirikan orang lain, memang tidak mudah. Misalnya saja tersenyum. Sedikit senyum, dikira judes. Banyak senyum, katanya genit. Sedangkan tidak ada ukuran pasti seberapa senyum yang dibilang wajar itu. Kali aja ada neraca yang bisa mengukur kadar wajar dalam tersenyum, sini aku mau beli. Hehehe.
Menuruti kata orang, ya gak bakal ada habisnya. Karena itu, kita yang harus mengubah cara pandang kita terhadap diri kita sendiri. Berhenti berlomba-lomba memaksakan diri agar sama dengan orang lain hanya demi dianggap ‘setara’ atau ‘lebih’ dalam pandangan orang. Mulai berdamai dengan pribadi sendiri dan sesekali ajak berbincang. Kemudian bertanya, apakah hari ini kau lebih baik dari hari kemarin? Jika jawabannya iya, maka itulah kesuksesan yang sesungguhnya. Jika kita saja tak bisa memperjuangkan diri kita sendiri, bagaimana dengan orang lain?
Jadi, sahabat-sahabatku semua, mari berlomba memperbaiki diri. Percayalah jika setiap orang itu istimewa. Kalian itu istimewa dan kalian layak diperjuangkan. ^_^

Salam,
Siti Nur Jannah

0 komentar: