Selasa, 03 Juli 2018

(Bukan) Cinderella - Kehilangan Bross


Hasil gambar untuk cinderella islami            
Pukul 15.30 WIB.
            Kulirik jam di handphoneku dengan gusar sebelum kemudian beralih pada pintu yang masih belum terbuka.
            “kenapa mbak?” tanya Lia, teman sekelasku.
            “udah setengah empat,”
            “mau ke TPQ ya?”
            Aku mengangguk mengiyakan. Mataku sudah tidak fokus antara jam dan pintu rumah ustadz. Hatiku juga tidak tenang, khawatir anak-anak sudah datang dan menungguku.
            Yah, beberapa saat yang lalu aku memang sepakat dengan Lia untuk ke rumah ustadz sebelum ke TPQ, silaturrahmi. Tapi siapa yang menduga kalau ternyata pintu tertutup saat aku datang. Biasanya pintu rumah ustadz selalu terbuka. Jadi aku dan Lia menunggu di depan pintu setelah menekan bel. Sekitar 15 menit aku menunggu, namun tidak ada jawaban. Aku mulai curiga.
            Tanpa pikir panjang, kubungkukkan badanku agar bisa mengintip ke dalam rumah. Tidak sopan memang, tapi masa bodo lah, keburu waktu. Di dalam rumah gelap dan kosong, seperti tidak ada penghuninya.
            “ada apa mbak?” tiba-tiba suara laki-laki mengagetkanku. Sontak langsung ketegakkan tubuhku kembali. Pura-pura tidak bersalah. Lia terkekeh pelan. Kubulatkan mataku padanya.
            “maaf mas, ustadz ada?” Lia bertanya pada laki-laki yang biasanya membantu ustadz.
            “tadi sudah dihubungi?”
            Aku menepuk dahiku. Bodohnya!!!
            Aku memang sengaja tidak mengabari ustadz karena selama ini saat aku ke sana, ustadz selalu ada. Jadi aku dan Lia langsung berangkat saja.
            Aku dan Lia saling bertatapan lalu tersenyum kuda. Masnya ikut tersenyum.
            “sepertinya keluar semua mbak. Mau saya telphonkan?”
            Lia menatapku, meminta persetujuan.
            “aku harus berangkat. Aku sendirian Li…” ujarku dengan wajah memelas.
            “gak usah mas, makasih. Kapan waktu kita ke sini lagi, insyaallah.”
            “oh, iya mbak.”
            Setelah masnya masuk, aku langsung memacu motorku ke TPQ. Aku gak mau membuat anak-anak menunggu. Karena aku tau, menunggu itu melelahkan. (Lhah, jadi curhat). Namun seberapa cepat aku pake motor, masih saja dikira lambatnya teman-teman. Pernah suatu waktu aku dibonceng temanku dengen kecepatan kuda. Sudah kubilang aku takut, malah semakin di gas. Jadilah aku menutup mata selama di jalan, dan kalian tau pas turun? Yah, tanpa sadar nangis! Malu? tentu saja.
            Ada sedikit kelegaan ketika gang TPQ sudah terlihat. Agar segera sampai, jadilah kutambah sedikit gasku. Dan tanpa kuduga, tasku putus dan jatuh di jalan dengan suara berdebum!! Aku kaget dan langsung menepi, sedangkan tasku tertinggal di belakang. Beberapa orang yang berpapasan denganku tadi melihat ke arahku ketika ta situ jatuh. Duh, malunya. Memang sih, ta situ memang sudah putus. Karena tidak ada jarum di kos, jadinya aku pake bross buat ngaitin talinya. Salahku juga karena semua keperluan TPQ tak masukin disitu semua. Mulai dari absen, jilid-jilid, berkas-berkas, buku syahriyah, notaris dan lain-lain. Sangkaku biar kumpul di tas kecil itu semuanya. Jadi kalau mau berangkat, tinggal ngambil tasnya. Gak perlu bongkar-bongkar lagi. Makanya meskipun sudah putus masih tak pertahanin. (Entah kenapa pas nulis kalimat sebelumnya kok baper ya. Hahaha).
            Ketika hendak mengambil tasku, dari kejauhan ada seseorang yang membawa tasku dan berjalan ke arahku. Setelah mendekat, ia memberikannya padaku. Entah kenapa rasanya seperti di sinetron-sinetron. Hahaha
            “ini mbak, tasnya,” ucap lelaki itu dengan tersenyum.
            “iya mas, makasih,” jawabku dengan tersenyum juga. Tersenyum malu sebenarnya.
            “lain kali hati-hati,” lanjutnya.
            Ah, modus lelaki. Pikirku. Aku hanya mengangguk pelan lalu berjalan menuju motorku. Tak cukup waktu untuk membetulkan tali tasku, akhirnya ke selipkan saja tasku dengan jas hujan lalu segera memacu ke TPQ.
            Mereka pasti menunggu.
            ***
            “gak usah lari-lari kalau pulang. Nanti jatuh!” teriakku saat anak-anak berdesak-desakkan di pintu musholla demi pulang duluan. Padahal siapa yang keluar dari pintu duluan tidak menjamin akan sampai di rumah duluan. Ah, entahlah. Aku dulu mungkin juga seperti itu.
            Teringat tasku yang putus, akhirnya kuperiksa keadaan’nya’. Benar saja, talinya putus. Tapi tunggu, brossnya mana ya?
            “ah, mungkin hilang pas jatuh tadi,” simpulku dan mulai bersiap-siap pulang setelah membereskan semuanya.
            Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu musholla, seakan pintu rumah saja.
            “assalamualaikum,”
            Aku mendongakkan wajah.
            “waalaikumsalam?” jawabku dengan wajah yang bertanya-tanya. Ada apa?
            “ini bross kamu ya?”
            “eh?”
            Aku mendekat dan memicingkan mata. Bross hijau dengan bentuk daun itu, memang milikku!
            “soalnya tadi saya nemu di jalan pas tas kamu jatuh tadi.”
            “i-iya mas, itu punya saya.”
            Untuk kesekian kalinya, ingin rasanya kubungkus wajahku dengan kresek hitam.
            “kok tau saya di sini?” tanyaku penasaran.
            Lelaki itu tersenyum. Senyum yang mencurigakan. Jangan-jangan……….
            “motornya. Saya tadi liat parkir di depan.”
            “oh,” aku tertawa aneh.
            Saat itulah aku berpikir. Mungkin bukan Cinderella saja yang harus kehilangan sepatu kacanya lalu menjadi cerita. Siapa tau nanti ada selain Cinderella yang kehilangan bross lalu menjadi cerita?
            Hahaha. Imajinasi liarkupun mulai kemana-mana. Sedangkan laki-laki itu sudah pergi dari hadapanku.

Malang, 03 Juli 2018

0 komentar: