Selasa, 22 November 2016

Teruntuk Kamu, yang Langsung Berubah kalau Udah Laper

Teruntuk yang langsung berubah 180 derajat kalau udah lapar… hehehe

Ini tentang sebuah ikatan tanpa darah. Ini tentang cerita perjalanan yang pernah dan akan terlangkahi bersama. Ini tentang perjuangan menggapai impian yang sama…
Aku tak tau kalau ternyata persahabatan itu benar-benar ada. Dan saat ini, kurasa memberikan dia stempel sahabat yang baik adalah sebuah keharusan.
Tunggu deh. Kok jadi puitis gini sih? Ganti pake bahasa biasanya aja ya… ntar yang pengen disampekan malah gak tersampekan. Iya gak?

Nah. Ini tentang seorang teman yang awalnya hanya dipertemukan dalam satu mabna di kampus. Jangankan menyapa, namanya saja aku gak tau. Paling-paling kalau gak sengaja ketemu, cuma ngelirik aja… hahaha. Bukannya sombong atau yang lainnya, tapi saat itu aku baru pertama kali menginjak bumi UIN. Dan gak mungkin kan aku bisa menghafal satu persatu 3000 an mahasantri? Jangankan mahasantri, orang temen kimia seangkatan aja aku gak hafal namanya… hahaha Maklumi aja, aku paling lemah kalau disuruh nginget nama… kecuali namanya. (lhoh!)
Mungkin Tuhan sudah menggariskan kita untuk bertemu lagi setelah keluar dari ma’had UIN. (ceileh, bahasanya…) Jadi aku melihatnya lagi di MHB Darul Hikmah dan entah secara kebetulan atau apa, pengasuh ma’hadku menjadikan kita partner ‘muroja’ah’ tiap pagi dan malam. Dan mungkin karena itulah kita lebih banyak berbagi.
Hidup di kota yang penuh dengan gemerlap menyilaukan, memaksa kita untuk membentengi diri agar tidak sampai ‘diciptakan oleh lingkungan’. Dan mendapatkan seorang teman yang memiliki prinsip yang sama seperti itu seakan mencari zabra di kandang kuda! (lhah, kok gak nyambung?). Dan anggap saja nemuin ‘zebra’ itu adalah suatu keberuntungan. (Ssst. Jangan bilang-bilang… nanti dia ke-PD-an. Hahaha)

“wes, ancen konco adem panas”
Itu yang pernah dia katakan dan langsung kusetujui. Yaps, hidup memang harus kayak jungkat-jungkit. Bisa jadi kita berada di atas atau di bawah, tapi sengaknya kita masih punya titik tumpu yang tidak menutup kemungkinan akan menjadikan kita berada pada keseimbangan. Seandainya aku dan dia ada di permainan jungkat-jungkit nih, saat salah satu dari kita berada terlalu ke bawah, maka yang lain akan menambahkan ‘beban’nya agar bisa mengangkat yang lain. Dan begitupun yang berada di bawah, akan meringankan tubuhnya agar bisa naik ke atas hingga kita selalu berada pada posisi yang selalu sejajar.
Bukan menggunakan prinsip memberi dan menerima, tapi prinsip berbagi.
Berbagi tawa, berbagi air mata, berbagi cerita, berbagi rezeki, berbagi keringat, tapi tidak berbagi hati lhoh ya… hahaha

“Teman serasa sodara”

Yah, kadang aku jadi kakak dia jadi adik.. tapi lebih sering aku yang jadi adik, dia yang jadi kakak. Hehehe

Teruntuk sahabatku, saudaraku yang langsung berubah kalau udah laper…(jangan penasaran gimana perubahannya. Sumpah horror banget!).  Trimaksih buat semuanya ya.
Trimakasih udah mau berbagi denganku, trimaksih udah mau menjadi teman berjuang (semoga bisa ‘wisuda’ bareng ya… apa sekalian nikahnya juga? Ups!) trimakasih mau nemenin begadang pas aku ‘kencan’ sama laporan meskipun sambil merem, trimakasih udah selalu sabar pas yang disemakin merem-merem, trimaksih udah membuatku menemukan ketulusan, terimakasih udah menjadi pendengar yang baik meskipun gak jarang aku ngomong ngelantur, trimakasih mau menahan malu kalau aku udah mulai gila, trimakasih udah memamiku meskipun terkadang yang ingin dipahami ‘aneh’, dan trimakasih udah bisa menjad teman sekaligus saudara tanpa ikatan darah…


Teruntuk saudaraku yang langsung berubah kalau udah laper, “kene ancen konco adem panas”. Hahaha

0 komentar: