Rabu, 22 November 2017

Sakit Malam Itu

Malam itu, tiba-tiba saja aku terbangun. Mataku mengerjap-ngerjap kaget. Perlahan, ada rasa sakit yang mulai menyergap kesadaranku. Sakit yang selama ini kuabaikan, sepertinya tak bisa lagi untuk saat ini. Bagai air hujan yang mengisi sumur tetes per tetes, akan ada saat dimana sumur itu penuh dan akan meluap. Mungkin itulah yang kurasakan sekarang. Dengan bermodal kata,

“ah, tidak apa-apa.”

“ini tidak seberapa.”

“aku baik-baik saja.”

Hingga akhirnya aku tak sadar bahwa bukannya mengobati, kata-kata itu malah semakin menumpuk perihnya. Dan malam itulah, sakitnya tak bisa lagi tertahankan.


Aku merintih di tengah keheningan. Menahan beribu-ribu tombak yang bergantian menusuk. Ingin mengadu, tapi kepada siapakah kusalurkan pedih? Aku hanya bisa berteriak dalam hati, hingga tanpa sadar air mataku mengalir. Awalnya hanya setetes yang kuusap dengan ujung jariku. Tapi semakin lama tangisku semakin deras hingga membasahi bantalku. Dadaku sesak mengatur nafas yang tak karuan. Kepalaku pening karena meemaksa agar suara tangisku tidak pecah. Saking tidak tahannya, kuambil kain di lemari dan mengikat kepalaku dengan erat. Namun semua itu tidak ada gunanya. Saat itulah aku sadar, memang benar lirik sebuah lagu yang berbunyi


“lebih baik sakit hati daripada sakit gigi”



Semalam suntuk hingga pagi menjelang, aku tak bisa tertidur. Mataku sembab karena terlalu banyak menangis. Sedangkan bantalku sudah basah semua seakan ketumpahan air. 


Nur Jannah, S

211117


0 komentar: