Minggu, 04 September 2016

Adaku tak Berarti

Aku terbangunkan desah angin

Belaian lembutnya bak sentuhan ibu

Terik surya menyapaku lagi

Namun sang merpati mengepakkan sayapnya pergi

Sedang aku masih terpatri di sini

Menatap kejamnya fatamorgana duniawi

Lihatlah bangunan angkuh itu!

Tingginya seakan melahap langit

Keberadaannya tlah menyita kuasaku

Ch, seakan ia lebih berharga dariku

Lihatlah antrian mobil bermerek itu!

Kilaunya hendak saingkan purnama

Suara klaksonnya bak terompet tahun baru

Kepulan asap knalpotnya kalahkan persahabatan atom oksida

Ah, seakan bumi tak akan runtuh saja karena mereka

Dan hanya akulah yang bisa menyelesaikannya

Lihatlah aku!

Aku yang berdiri tegap pertahankan singgahsanaku

Meski makanpun aku terseok

Meski langkahpun tak dapat menjangkau dahaga

Dan meski kepulan asap mengepung gerakku

Aku tetap bertahan

Umur tlah menggerogoti tubuhku

Tapi aku harus bertahan

Kutanggung tugasku karena pinta Tuhan

“nyalakan apinya, dan segera bakar mereka”

Suara manusia itu beriring dengan rasa panas tubuhku

Ranting-rantingku mulai menggeliat ketakutan

Daun-daunku berteriak pilu

Warna mereka pucat karna racun manusia

Dan aku, hanya bisa menitikkan air mata

Sesal karena adaku tak sungguh diharapkan

Sesal karena adaku tak sungguh berarti

*Puisi ini telah diterbitkan dalam 'Antologi Puisi' bertemakan 'Hutan' oleh 'Penerbit Genom'

0 komentar: