Fatih
Sebut saja fatih. Dia adalah orang pertama yang mengatakan kalau ia menyayangiku saat aku masih duduk di bangku MTs. Jujur, awalnya aku tak sedikitpun mengenal Fatih. Pertemuan pertama kamipun aku tak tau. Yang jelas tiba-tiba saja ada teman sekelasku yang menyampaikan salam dari fatih untukku. Aku bahkan baru pertama kali mendengar namanya. Seperti pepatah orang jawa “tresno jalaran songko kulino”. Tiap hari temanku selalu menyebut nama fatih hingga akhirnya aku penasaran dan semakin lama ada sebuah rasa aneh yang muncul dengan sendirinya. Hubungan yang kujalani dengan fatih juga bukan hubungan yang berabjadkan ‘pacaran’. Kita hanya saling tertarik dan saling menyemangati dalam ilmu. Komunikasipun aku dan fatih hanya lewat surat. Kita tak pernah ketemuan layaknya dua orang yang saling suka. Jangankan ketemuan, papasan dijalanpun kita malah menundukkan kepala malu. Hahaha. Maklum, hubungannya anak pesantren emang gitu. Karena pesantren melarang pacaran, bukan berarti melarang untuk saling suka kan?
Hubungan istimewaku dan fatih berjalan hingga awal masuk MA. Dan dipertengahan semester pertama, ada suatu kejadian yang membuatku memutus ikatan kita. Sebenarnya sih itu hanya kesalahpahaman kecil. Hanya aku saja yang terlalu egois dan mengambil keputusan secara sepihak. Awalnya aku berusaha bertindak tegar, tapi pada akhirnya aku jatuh terpuruk juga. Aku tak bisa mengingkari hatiku yang masih berpihak padanya. Dan di saat itulah haidar hadir dan menggeser posisi fatih di hatiku secara perlahan. Haidar yang berusaha mengulurkan tangannya untuk membantuku berdiri malah ku masukkan dalam kisah yang selanjutnya kurangkai. Kembali pada fatih.
Fatih adalah pemuda yang hebat. Ia tak kalah hebat dengan haidar. Bisa dibilang mereka hampir mirip. Bahkan tanggal lahir mereka sama. Aku jadi berpikir, apa aku memang didekatkan dengan orang yang memiliki tanggal lahir sama? Jangan-jangan ‘imam’ku nantinya juga bertanggal lahir sama dengan mereka. hahaha. Meskipun tanggal lahir mereka sama, bukan berarti mereka kembar. Mereka dilahirkan di keluarga yang berbeda dan tentu saja mereka masih memiliki beberapa perbedaan. Haidar memiliki porsi duniawi sedikit lebih besar daripada akhirat sedangkan fatih kebalikannya. Jika fatih selalu menggunakan hadist dalam argumennya, haidar selalu menggunakan kata-kata ilmuan sebagai pendukung argumennya. Sejak aku dan fatih tak lagi menjalin sebuah hubungan yang istimewa, aku jarang berkomunikasi dengannya, hampir tak pernah. Jadi aku tak terlalu mengetahui tentang fatih. Paling-paling aku mencoba mencuri kabar ketika teman sekelasnya berbicara tentangnya. Oh iya, hampir lupa. Pas di MA, haidar, fatih dan risma berada di kelas yang sama di jurusan bahasa sedangkan aku di jurusan IPA. Jadi bisa klian bayangkan bagaimana kisah ini berjalan?? Rumit?? Mungkin. Yang jelas tulisanku hanya menceritakan apa yang terlintas dibenakku. Dan dari sudut pandangku. Aku tak tau bagaimana kisah ini berjalan dari sudut pandang mereka.
0 komentar: